Heat Treatmen ( Perlakuan Panas
HEAT TREATMENT
1.1 PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
Baja karbon mempunyai nilai kekerasan yang berbeda bergantung pada kadar karbon pada suatu baja. Namun, pada kadar karbon yang sama juga bisa mempunyai nilai kekerasan yang berbeda. Hal tersebut dapat terjadi akibat proses manufacturing yang berbeda-beda pada baja kadar karbon sama. Sehingga, kita perlu mempelajari fenomena-fenomena pengerasan baja karbon agar kita bisa mendapatkan baja karbon sesuai dengan spesifikasi yang kita inginkan.
Pada logam lain juga dapat mengeras jika diberi suatu perlakuan tertentu.
Suatu logam dapat berubah kekerasannya akibat dari faktor-faktor penentu kekerasan logam itu juga sehingga kita perlu memahami faktor penetu kekerasan logam tersebut. Praktikan juga dituntut untuk memahami mekanisme dan fenomena precipitation hardening pada paduan Al-Cu untuk mengetahui perubahan kekerasan pada logam tersebut apabila diberiheat treatment [1]
1.1.2 Tujuan Praktikum
1. Menentukan pengaruh proses pemanasan terhadap kekerasan
2. Menentukan kekerasan dari suatu material yang sesuai dengan kebutuhan.
3. Mendapatkan sifat mekanik material yang diinginkan.
4. Mengetahui pengaruh pendinginan dengan berbagai perlakuan dengan media udara, air dan oli.
5. Mengetahui macam-macam proses heat treatment.
6. Mengetahui berbagai aplikasi heat treatment dalam bidang industri. [2]
1.1.3 Manfaat
1. Dapat mengetahui sifat mekanik material yang diinginkan dengan malakukan Heat Treatment
2. Dapat menentukan kekerasan dari suatu material yang sesuai dengan kebutuhan
3. Dapat Mengetahui sifat kekuatan dan keuletan material
4. Dapat Mengetahui macam-macam proses heat treatment suatu material
5. Dapat Mengetahui berbagai aplikasi heat treatment dalam bidang industri.
6. Dapat Mengetahui pengaruh pendinginan dengan berbagai perlakuan dengan media udara, air dan oli.[2]
1.2 DASAR TEORI
1.2.1 Pengertian Heat Treatment
Heat Treatment merupakan proses pengubahan sifat logam, terutama baja, melalui pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan dan pengaturan laju pendinginan. Heat treatment merupakan mekanisme penguatan logam dimana logam yang akan kita ubah sifatnya sudah berada dalam kondisi solid. Dalam heat treatment kita memanaskan specimen sampai dengan temperature austenisasinya. [3]
Tujuan dari heat treatment adalah :
1. Mempersiapkan material untuk pengolahan berikutnya.
2. Mempermudah proses machining.
3. Mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan energi.
4. Memperbaiki keuletan dan kekuatan material
5. Mengeraskan logam sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat.
6. Menghilangkan tegangan dalam.
7. Memperbesar atau memperkecil ukuran butiran agar seragam.
8. Menghasilkan pemukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.
Dalam pengujian ini hanya dilakukan untuk menentukan kekerasan dari suatu material. Kekerasan sendiri adalah suatu sifat mekanis yang berkaitan dengan kekuatan (strength) dan merupakan fungsi dari kandungan karbon dalam logam.
Pembentukan sifat-sifat dalam baja tergantung pada kandungan karbon, temperatur pemanasan, sistem pendinginan, serta bentuk dan ketebalan bahan.
1. Pengaruh unsur karbon
Kekerasan baja ini tergantung dari pada jumlah karbon yang terkandung di dalam baja, dimana makin tinggi prosentase karbonnya makin keras baja. Berdasarkan kandungan karbonnya, baja dapat dikelompokkan menjadi :
a. Baja karbon rendah (low carbon steel) yang mengandung karbon kurang dari 0.3%
b. Baja karbon sedang (medium carbon steel) yang mengandung karbon 0.3%-0.7%
c. Baja karbon tinggi (high carbon steel) kandungan karbon sekitar 0.7%-1.3%. [4]
2. Pengaruh suhu pemanasan
Baja karbon rendah dipanaskan diatas titik kritis atas (tertinggi). Seluruh unsur karbon masuk ke dalam larutan padat dan selanjutnya didinginkan. Baja karbon tinggi biasanya dipanaskan hanya sedikit diatas titik kritis terendah (bawah). Dalam hal ini, terjadi perubahan perlit menjadi austenit. Pendinginan yang dilakukan pada suhu itu akan membentuk martensit. Juga sewaktu kandungan karbon diatas 0,83% tidak terjadi perubahan sementit bebas menjadi austenit, karena larutannya telah menjadi keras. Sehingga perlu dilakukan pemanasan pada suhu tinggi untuk mengubahnya dalam bentuk austenit. Lamanya pemanasan bergantung atas ketebalan bahan tetapi bahan harus tidak berukuran panjang karena akan menghasilkan struktur yang kasar..[5]
3. Pengaruh pendinginan
Jika baja didinginkan dengan kecepatan minimum yang disebut dengan kecepatan pendinginan kritis maka seluruh austenit akan berubah ke dalam bentuk martensit. Sehingga akan dihasilkan kekerasan baja yang maksimum. Adapun kecepatan pendinginan kritis adalah bergantung pada komposisi kimia baja. Kecepatan pendinginan tergantung pada pendinginan yang digunakan. Untuk pendinginan yang cepat digunakan larutan garam atau soda api yang dimasukkan ke dalam air. Sementara itu, untuk pendinginan yang sangat lambat digunakan embusan udara secara cepat melalui batas lapisannya. [5]
4. Pengaruh bentuk
Baja cair bila didinginkan melai membeku pada titik-titk inti yang cukup banyak. Atom-atom yang tergabung dalam kelompok di sekitar suatu inti cenderung memiliki letak yang serupa. Ukuran butir tergantung pada beberapa factor anatara lain laju pendinginan sewaktu pembekuan. Baja dengan butiran yang kasar kurang tangguh dan kecenderungan untuk distorsi. Besar butir dapat dikendalikan melalui komposisi pada waktu proses pembuatan , akan setelah baja jadi dapat dikendalikan melalui perlakuan panas.[6]
5. Pengaruh ketebalan bahan
Pengaruh ketebalan bahan terhadap lama pemanasan atau penahanan pada suhu tertentu adalah semakin tebal bahan yang akan di heat treatment maka semakin lama waktu penahanan yang diperlukan.
Tabel 1.1 Pegaruh ketebalan bahan [7]
Diameter (Thickness) of tool (mm) Holding time (hours)
Up to 20 1.0
21-40 1.5
41-60 2.0
Over 60 2.5
Dari penjelasan di atas, secara umum pemanasan pada baja dapat dibuat skema transformasi dekomposisi austenite seperti pada Gambar 1.1 di bawah ini.
Gambar 1.1 Transformasi yang Melibatkan Dekomposisi Austenit [8]
Selain karbon, pada besi dan baja terkandung Si, Mn, dan unsur pengotor lain seperti P, S, dan lain-lain. Unsur-unsur tersebut tidak berpengaruh besar terhadap diagram fasa seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2, sehingga diagram fasa dapat dipergunakan tanpa menghiraukan adanya unsur-unsur tersebut. Paduan besi karbon terdapat fasa karbida yang disebut sementit dan grafit, grafit lebih stabil daripada sementit.
Gambar 1.2 Diagram Fasa Besi-Karbon [9]
Titik penting dalam diagram fasa ini adalah :
A : Titik cair besi
B : Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan titik peritetik
H : Larutan padat alpha yang ada hubungannya dengan reaksi peritetik
J : Titik peritetik selama pendinginan austenit pada komposisi j fasa gamma terbentuk pada larutan padat pada cairan dan komposisi pada komposisi B
N : Titik transformasi dari titik alpha menjadi titik gamma. Titik transformasi dari titik A4 dari besi murni
C : Titik eutetik selama pendinginan fasa gamma dengan komposisi C dan sementit pada komposisi f terbentuk dari cairan pada komposisi C. Fasa ini disebut deleburit
E : Titik yang menyatakan fasa gamma ada hubungannya dengan titik eutetik.
G : Titik transformasi dari alpha menjadi gamma. Titik transformasi A3 untuk besi
P : Titik yang menyatakan ferit, fasa alpha ada hubungannya dengan reaksi eutektoid
S : Titik eutektoid selama pendinginan ferrit pada komposisi alfa dan sementit pada komposisi terbentuk simultan dari austenit pada komposisi s. Reaksi eutektoid ini dinamakan transformasi A1 dan fasa eutektoid ini dinamakan ferrit.
A2 : Titik transformasi megnetik untuk besi atau ferit
A3 : Titik transformasi magnetic untuk sementit
Dalam heat treatment yang terjadi pada baja terdapat fasa-fasa yang dialami oleh baja itu sendiri pada saat proses berlangsung. Fasa pada baja dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 1.2 Tabel Fasa pada Baja [10]
Fasa dan Simbol Struktur Penjelasan
MENURUT KRISTAL Austenit ()
FCC Paramagnetik dan stabil pada temperatur tinggi, titik mulur jelas, tidak getas pada saat dingin.
Ferit ()
BCC Stabil pada temperatur rendah, kelarutan padat terbatas, dapat berada bersama Fe3C (sementit) atau lainnya, titik mulur jelas, getas pada temperatur rendah.
Bainit ()
BCC Austenit metastabil didinginkan dengan laju pendinginan cepat tertentu, terjadi hanya presipitasi Fe3C, unsur paduan lainnya tetap larut.
Martensit (’) BCT Metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat, semua unsur paduan larut dalam keadaan padat.
MENURUT KEADAAN Perlit
Lapisan ferit dan Fe3C.
Widmanstaetten
dan dalam orientasi pada presipitasi ferit
Dendrit
Berbentuk cabang-cabang seperti pohon, struktur ini terbentuk karena segregasi karbon pada pembekuan
Sorbit
Sorbit adalah perlit halus
Trosit trosit adalah bainit. Nama ini tidak bnayak dipakai.
Catatan: FCC = Face Centered Cubic
BCC = Body Centered Cubic
BCT = Body Centered Tetragonal
1.2.2 Jenis-Jenis Heat Treatment
Heat treatment untuk baja terdiri dari dua proses utama, yaitu:
I. Hardening
Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat. Untuk proses ini dilakukan dengan input panas dan transfer panas dalam waktu pendek. Tujuan hardening untuk merubah struktur baja sedemikian rupa sehingga diperoleh struktur martensit yang keras. Prosesnya adalah baja dipanaskan sampai suhu tertentu antara 770-830º C (tergantung dari kadar karbon) kemudian ditahan pada suhu tersebut, beberapa saat kemudian didinginkan secara mendadak dengan mencelupkan dalam air, oli atau media pendingin yang lain. Dengan pendinginan yang mendadak, tidak ada waktu yang cukup bagi austenit untuk berubah menjadi perlit dan ferit atau perlit dan sementit. Pendinginan yang cepat menyebabkan austenit berubah menjadi martensit. Hasilnya keuletan tinggi.[11]
Di dalam hardening baja hipoeutectoid dipanaskan 30-50 oC diatas upper critical temperatur, sementara baja hypereutectoid dipanaskan 30-50 oC diatas lower critical temperatur. Tergantung pada ketebalan dari komponen, baja ditahan pada temperatur ini untuk waktu yang diperlukan dan kemudian didinginkan pada media pendinginan yang sesuai seperti udara, brine, oil dan udara.
Baja hypoeutectoid terdiri dari ferrit dan peaalit sementara baja hypereutectoid terdiri dari pearlit dan cementit. Saat memanaskan diatas temperatur kritis, strukturnya terdiri dari unsur pokok tunggal dinamakan austenit. Saat pendinginan cepat, austenit berubah menjadi unsur pokok mikro dinamakan maartensit. Martensit mungkin disebut solusi titik jenuh dari karbon pada α-iron dimana sangat kuat dan rapuh. Kekerasan pada baja akibat dari martensit. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar 2.3. dimana di dalam gambar itu diterangkan tentang hubungan antara kandungan karbon dengan temperatur kekerasan pada baja.
Gambar 1.3. Temperature hardening pada baja [12]
Menurut proses pengerasannya hardening dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Surface hardening
Surface hardening adalah proses pengerasan material pada permukaan bahan. Secara garis besar surface hardening dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu surface hardening dengan penambahan zat dan surface hardening tanpa penambahan zat.
A. Surface hardening dengan penambahan zat
Surface hardening dengan penambahan zat dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Karburasi
Karburasi adalah cara pengerasan agar baja yang memiliki kadar karbon rendah menjadi keras pada lapisan luar atau memiliki kadar karbon tinggi pada lapisan luarnya. Biasanya suhu pada proses karburasi adalah 1700o F. Setelah proses pendinginan maka pada permukaan baja dapat dilihat dengan mikroskop bahwa terdapat bagian-bagian hypereutektoid, zona yang terdiri dari perlit dengan jaringan sementit yang putih, diikuti zona eutektoid, hanya terdiri dari perlit, dan terakhir adalah zone hypoeutektoid, yang terdiri dari perlit dan ferrit, dimana jumlah ferrit meningkat hingga pusat dicapai (gambar 2.4).
Gambar 1.4 Permukaan Baja Setelah Proses Pendinginan [13]
Metode ini sering digunakan untuk mengeraskan permukaan baja. Pada metode ini digunakan baja dengan kandungan karbon rendah sekitar 0,10% sampai 0,25%. Pada umumnya karburisasi terjadi pada suhu 900-930C dan permukaan baja dan menghasilkan 0,7-0,9% kandungan karbon pada permukaan baja. Pada proses ini karbon berbaur dengan baja melalui pemanasan dan menjaga kontak antara baja dengan zat berkarbon lain yang dapat berbentuk padat, cair atau gas. Tebal lapisan tergantung pada waktu dan suhu perlakuan panas. Proses yang terjadi adalah membuat kontak antara material yang kaya akan karbon dengan dengan logam yang akan dikeraskan. Atom-atom karbon tertarik dan berpindah dari material yang kaya akan karbon menuju permukaan logam. Karburasi sendiri terdiri dari beragam cara antara lain karburasi padat, karburasi cair dan karburasi gas. [9]
Gambar 1.5 Grafik hubungan antara kekerasan dan kandungan karbon pada saat karburisasi(a)Non- alloyed steel (En 32), (b)C-Mn steel (En 201), (c)Ni-Cr steel (En351) [9]
1. Karburasi Padat
Karburasi padat (pack carburizing) adalah salah satu bentuk karburasi yang telah dikenal sejak lama. Dalam proses ini baja mengalami pemanasan dengan menggunakan 80% batu bara dan 20% BaCO3 sebagai nergy dalam kotak pemanas dan dipanaskan pada suhu 930C dalam kotak pemanas elektrik dengan waktu tertentu tergantung pada kedalaman yang diinginkan.
Temperatur yang tinggi pada alat tersebut membantu penyerapa karbon pada lapisan luar. Reaksi yang terjadi :
1. Penguraian nergy untuk memberikan gas CO pada permukaan baja
BaCO3 BaO + CO2
CO2 + C 2CO
2. Karbon monoksida bereaksi dengan permukaan baja
2CO + Fe Fe(c) + CO2
3. Karbon berdifusi ke dalam baja
4. CO2 yang terbentuk dalam tahap (i) bereaksi dengan ‘C’ pada batubara
CO2 + C 2CO
Pada umumnya waktu karburasi bervariasi antara 6 sampai 8 jam dan kedalamannya antara 1-2 mm. Pada proses ini hasilnya bergantung pada kualitas batu bara. Pada proses ini kontrol suhu dan kedalaman lebih kecil daripada karburisasi cair dan gas.
1) Kelebihan sistem karburasi ini adalah
1. Memerlukan biaya yang kecil
2. Sangat mudah dari pada teknik surface hardening yang lain.
2) Kekurangannya sistem karburasi ini adalah
1. Memakan waktu yang cukup lama
2. Merupakan proses hardening yang kotor.
Gambar 1.6 Proses Pack Carburizing [14]
Gambar 1.7 Penyusunan Benda pada Pelaksanaan [9]
2. Karburasi Gas
Karburasi gas (gas carburizing). Metode ini adalah karburasi yang paling sering digunakan. Proses ini dilakukan pada tabung kimia, pendingin tertutup, atau tungku pemanas dengan pendorong kontinu. Suhu gas untuk karburasi sekitar 870-950 C. Gas tersebut dihasilkan dari cairan (metanol, isopropanol) atau gas hidrokarbon (propana dan metana). Generator gas endotermik digunakan untuk menghasilkan gas endotermik. Senyawa propana atau metana akan terpecah oleh udara pada tabung kimia pada generator endogas untuk membentuk gas penghubung, dimana titik pengembunannya diatur pada +4C dengan rasio gas yang tepat. Komposisi gas tersebut:
Nitrogen 40%
Hidrogen 40%
Karbon monoksida 20%
Karbon dioksida 0,3%
Metana 0,5%
Uap air 0,8%
Oksigen sisanya
Gas tersebut merupakan gas penghantar dalam proses ini.
Tungku pemanas dipenuhi oleh gas tersebut sampai bertahan pada tekanan positif. Keadaan ini akan mencegah infiltrasi udara dari atmosfer. Gas ini juga mencegah oksidasi baja selama pemanasan.
Selama karburasi gas, reaksi yang berlangsung adalah:
(i) C3H8 2CH4 + C (pemecahan hidrokarbon)
(ii) CH4 + Fe Fe(c) +2H2
(iii) CH4 + CO2 2CO +2H2
(iv) 2CO + Fe Fe(c) + CO2
Karburasi terjadi sebagian besar meliputi konversi CO menjadi CO2 pada reaksi (iv). Hidrogen bereaksi dengan CO2 dan meningkatkan konsentrasi CO dengan reaksi:
H2 + CO2 CO + H2O
Oksigen (O2) dihasilkan dari reaksi:
2CO 2CO + O2
2CO + Fe Fe(c) + O2
Gambar 1.8 Proses Gas Carburizing [15]
Gambar 1.9 Tungku Karburasi Gas [15]
Gas digunakan sebagai bahan perantara yang sesuai untuk karburasi yang dilakukan terus menerus. Hal itu akan menghasilkan suatu lapisan yang tebalnya sekitar 1 mm dan memerlukan waktu sekitar 4 jam. Selama karburasi, peralatan dimasukkan ke dalam dapur pemanas yang dipanaskan dengan gas karbon yang sesuai. Kandungan karbon di dalam lapisan komponen dapat dikontrol dengan mengatur komposisi gas untuk karbonasi. Pelaksanaan karbonasi yang memerluakan waktu lama akan menyebabkan terjadi pertumbuahan butir-butir baru, kecuali kalau baja disepuh dengan perantaraan nikel.
Peralatan yang dikarbonasi dengan perantaraan perlakuan panas dan menghasilkan butiran-butiran adalah suatu baja yang akan mempunyai lapisan sekitar 0.83% karbon dan intinya sekitar 0.15% karbon. Secara berangsur-angsur butiran akan berpindah dari lapisan luar ke arah inti sekitar 0.5 mm. Suhu perlakuan panas untuk inti akan lebih tinggi daripada suhu untuk lapisan, sehingga pengerjaan lapisan pada inti dilakukan secara terpisah. [9]
3. Karburasi Cair
Karburasi cair (liquid carburizing) menggunakan larutan sianida (CN) pada baja berkarbon rendah yang dipanaskan dengan menggunakan belanga pemanas yang dipanaskan dengan minyak atau gas. Suhunya kira-kira 815-900 C. Proses yang dilakukan dengan kontinu dan otomatis akan memberikan hasil akhir yang baik. Permukaan larutan ditutup dengan grafit atau batu bara untuk mengurangi hilangnya radiasi dan dekomposisi sianida yang berlebihan. Selain sodium dan potassium sianida, larutan yang digunakan juga mengandung sodium dan potassium klorida dan barium klorida yang berperan sebagai aktivator. Reaksi pada larutan garam sianida:
BaCl2 + 2Na CN Ba(CN)2 + 2NaCl
Ba(CN)2 + Fe Fe(c) + BaCN2
Difusi nitrogen berguna untuk oksidasi sianida (CN) menjadi CNO. Pada karburasi cair, jangka waktu pemanasannya pendek dan perambatan panasnya cepat. Proses ini menghasilkan lapisan karburisasi yang merata, tipis dan jernih (ketebalannya 0,08mm). Akan tetapi, proses ini memerlukan pengawasan dan kehati-hatian untuk mencegah peledakan.
Gambar 1.10 Diagram Karburasi [9]
Kelebihan :
1. Karena cairan mentransfer panas dengan cepat maka karbon yang ditambahkan juga lebih cepat.
2. Pengerasan yang dihasilkan lebih merata.
Kekurangan :
1. Beberapa nitrogen terserap bersama-sama dengan karbon dan menyebabkan pengerasan mendadak.
2. Material harus dikeringkan setelah proses ini untuk menghindari korosi, hal tersebut memakan waktu dan biaya. [9]
b. Nitriding
Proses nitriding adalah proses pengerasan permukaan pada atmosphere yang mengandung campuran gas ammonia dan dissociated ammonia. Efektivitas dari proses ini tergantung pada formasi nitride dalam baja oleh reaksi nitrogen dengan unsur material. Nitrogen harus diubah menjadi atom-atom karena molekul nitrogen tidak akan bereaksi. Suhu dinaikkan antara 925F-1050F selama 10-72h. Nitrogen yang diserap oleh logam membentuk nitride yang keras yang merata pada permukaan logam.
Baja nitriding terjadi karena pengaruh unsur paduan tertentu lebih kuat daripada baja biasa dan lebih mudah perlakuan panasnya. Nitriding adalah proses yang paling efektif untuk baja campuran yang mengandung elemen pembentuk nitrida stabil seperti alumunium, chromium, molybdenum, vanadium, dan tungsten. Logam dipanaskan sampai sekitar 510o C di dalam lingkungan gas amonia selama beberapa waktu.
Nitrogen yang diserap oleh logam membentuk nitrida yang keras yang tersebar merata pada permukaan logam. Logam paduan khusus yang dibuat untuk proses ini. Aluminium sebanyak 1–1,5 %, berkombinasi dengan gas membentuk partikel yang stabil dan keras. Suhu pemanasan berkisar antara 495-565o C. Reaksi yang berlangsung :
2NH3 2[N]Fe + 3H2
Nitriding diaplikasikan untuk mengeraskan permukaan poros poros baja , selain itu juga diaplikasikan dalam pembuatan ring piston karena dapat meningkatkan ketahanan komponen dengan menunda kerusakan lapisannya
Gambar 1.11 Tungku nitriding cair [16]
Gambar 1.12 Dapur Nitriding [9]
Gambar di atas menggambarkan seperti apa tempat yang dipakai proses nitriding beserta alur kerjanya.
Proses nitriding cair ( liquid nitriding ) menggunakan garam sianida cair dan suhunya ditahan didaerah transformasi. Penyerapan nitrogen lebih mudah sedangkan penyerapan karbon lebih sedikit dibandingkan dengan proses cyaniding atau karburasi. Pengerasan dapat mencapai ketebalan 0,03 – 0,3 mm.
Pada proses nitriding terbentuk lapisan permukaan yang sangat keras dengan kekerasan antara 900–1100 brinell. Baja nitriding karena pengaruh unsur paduan tertentu lebih kuat dari pada baja biasa dan lebih mudah perlakuan panasnya. Sebaiknya jenis ini dibentuk dan mengalami perlakuan panas sebelum nitriding karena selama nitriding tidak terbentuk kerak. Perlakuan nitriding tidak mempengaruhi struktur dan sifat–sifat bagian dalam karena tidak diperlakukan pencelupan. Perlakuan luar tahan korosi, khususnya dalam air, kabut air garam, alakali, minyak kasar atau gas alam. Kelebihannya permukaan material yang diproses nitriding akan lebih tahan terhadap korosi, kemungkinan terjadinya distorsi atau retak kecil sekali sedangkan kekurangannya proses ini memakan biaya yang mahal dan berjalan dengan lambatorsi.
Nitriding tidak seperti carburizing, tidak memerlukan quenching untuk mendapatkan kekerasan. Nitriding adalah proses yang paling efektif untuk baja campuran yang mengandung elemen pembentuk nitrida stabil seperti alumunium, chromium, molybdenum, vanadium dan tungsten. Proses ini tidak menghasilkan kerak dan tidak mempengaruhi struktur dan sifat-sifat bagian dalam karena tidak diperlakukan pencelupan. Dari gambar di bawah dapat kita lihat pengaruh dari nitrit.
Gambar 1.13 effek Nitriding [17]
Kelebihan:
1. Mempunyai resistensi fatigue (kelelahan)
2. Permukaan material yang diproses nitriding akan lebih tahan terhadap korosi
3. Kemungkinan terjadinya distorsi sangat kecil.
Kekurangan:
1. Prosesnya lambat
2. Biayanya sangat mahal. [17]
c. Boronizing
Boronizing adalah salah satu metode surface hardening baru. Ada dua macam tehnik boronizing, yaitu dengan boronizing padat dan gas. Untuk boronizing padat, komponen ditempatkan di dalam kotak tahan panas dan dicampur dengan butiran atau pasta boron karbida atau senyawa boron lain dengan tambahan katalis pada suhu 900-1000C. Boron berdifusi ke dalam dan membentuk lapisan besi borid (FeB dan Fe2B). Pada permukaan paling luar akan terbentuk lapisan FeB dan pada bagian dalamnya terbentuk fase Fe2B. Lapisan borid sangat keras, kekerasannya dapat mencapai lebih dari 1500 VPN. Lapisan ini memiliki resistansi tinggi, dan digunakan untuk kompenen traktor, cetakan drop forging, dan jig buses. [9]
Gambar 1.14 Borron carbide abrasive garade 60 sd 120 [18]
Gambar 1.15 Boronized Trimming Wheel for Tobacco Processing [19]
Kelebihan :
1. Material hasil boronzing sangat keras memiliki resistensi tinggi ,case depth 0.025-0.075 mm
2. Wear resistance , biasa digunakan sebagai tool dan die steel
3. Memiliki ketahanan korosi
Kekurangan :
1. Waktu prosesnya lama
2. Lapisan terluarnya labil dan gampang terkelupas [20]
d. Carbonitriding
Carbonitriding adalah kombinasi antara gas carburizing dan nitriding. Carbonitriding, sianida kering atau nikarbing adalah suatu proses pengerasan permukaan di mana baja dipanaskan di atas suhu kritis di dalam lingkungan gas dan terjadi penyerapan karbon dan nitrogen. Dapat digunakan gas ammonia atau gas yang akan kaya karbon. Amonia dan gas alami dialirkan mengenai material, material yang dihasilkan adalah kombinasi antara besi karbida (dari karbon) dan besi nitrida (dari nitrogen). Lapisan yang tahan aus mempunyai ketebalan antara 0,08 sampai 0,75 mm. Keuntungan carbonitriding adalah bahwa kemampuan pengerasan lapisan luar meningkat bila ditambahkan nitrogen sehingga dapat dimanfaatkan baja yang relatif murah.
Carbonitriding diaplikasikan pada :
- Komponen mesin untuk kendaraan bermotor, antara lain: steering gears, cylinder heads, cylinder liners, valves dan valves quiders, connecting rod
-komponen-komponen mesin perkakas termasuk dies, antara lain: cutting tools (high speed steel), rolling tools, drawing tools, dies casting moulds, forging dies, dan lain-lain.
Gambar 1.16 Proses Carbonitridin [13]
Gambar di bawah ini merupakan contoh material yang telah mengalami proses karbonitriding.
Gambar 1.17 Hasil Karbonitriding [19]
1. Kelebihan, karena dengan adanya nitrogen maka struktur austenit berubah. Perubahan ini menyebabkan penurunan temperatur dan pendinginan yang lambat.
2. Kekurangannya, prosesnya memakan waktu yang lama dibandingkan karburizing [9]
e. Cyaniding
Cyaniding adalah proses dimana terjadi absorbsi karbon dan nitrogen untuk memperoleh permukaan yang keras pada karbon rendah yang sulit dikeraskan. Benda yang dikeraskan dimasukkan ke dalam dapur yang mengandung garam sianida natrium, suhunya sedikit di atas daerah Austenit, lama pemanasan tergantung pada permukaan yang dikeraskan. Benda kemudian dicelupkan ke dalam air untuk mendapatkan permukaan yang keras. Tebal lapisan antara 0.1 mm-0.4mm. Reaksi yang terjadi adalah :
2NaCN + O2 → 2NaCNO
2NaCNO + O2 → Na2CO3 + CO + 2N
2CO → CO2 + C
Karbon dan nitrogen berdifusi dalam bentuk atom-atom ke dalam logam. Untuk ketebalan 0,13mm-0,35mm, dengan penahanan suhu pada 850o C, dibutuhkan konsentrasi sebagai berikut:
NaCN = 30%
NaCl = 35%
Na2CO3 = 35%
Cyaniding biasa diaplikasikan dalam pembuatan baja khusus , salah satu contoh adalah dalam pembuatan austenitic steel yaitu baja yang memiliki struktur mikro berupa austenite pada suhu kamar , hal ini bertujuan untuk memperoleh kekerasan baja yang tinggi.
Gambar 1.18 salt cyaniding [22]
1. Kelebihan, biaya yang dihabiskan tidak mahal karena baja karbon biasa dapat digunakan.
2. Kekurangan, sangat berbahaya karena garam sianida sangat beracun dan berbahaya jika terhirup. [9]
f. Chromizing
Chromizing berbeda dari proses pengerasan yang lain, chromium carbide berdifusi ke dalam logam , mengubah permukaan logam menjadi stainless steel. Stainless steel tersebut mempunyai kekerasan yang tinggi dan koefisien friction (geser) yang rendah. Baja mengandung jumlah nikel yang besar (kira-kira 15 –20%) dan 0,1% karbon mempunyai kekuatan dan keuletan yang besar serta sangat baik ketahanannya terhadap korosi ). Chromizing digunakan untuk meningkatkan daya tahan logam terhadap korosi dan daya tahan logam terhadap panas. Proses ini tidak dibatasi hanya pada logam yang terbuat dari besi tetapi juga pada cobalt, nickel, tungsten, dan molybdenum. Proses chromizing mengandung carbon 0.6%. Temperature pada proses ini biasanya berkisar antara 1650F-2000F. [9]
Chromizing biasa diaplikasikan pada bagian bagian dalam blok mesin seperti pada piston dan di bagian penggerak pada motor seperti pada chain-kit (gear-set) , hal ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan komponen tersebut dari keausan akibat beban fatigue (lelah).
Gambar 1.19 rantai yang telah di chromizing [23]
Kelebihan
1. .material hasil proses akan meningkat daya tahan terhadap korosi
2. material hasil proses akan meningkat daya tahan terhadap panas
3. Proses ini tidak dibatasi hanya pada logam saja
4. Memiliki kekerasan yang tinggi
Kekurangan
1. Proses pengeringannya memerlukan waktu yang lama
2. Membutuhkan temperature pemanasan yang tinggi agar hasil akhir memiliki permukaan yang halus
g. Siliconizing
Siliconizing adalah proses pengerasan permukaan dimana silikon berdifusi pada permukaan dasar logam. Silikon ini menghasilkan tebal lapisan antara 0,005-0,1 inci. Pemanasan dilakukan dalam cairan yang mengandung campuran silikon karbida dan gas chlorine hingga suhunya mencapai 1700-1850o F. Campuran cairan tersebut dimasukkan ke dalam sebuah tank. Bagian yang akan dikeraskan dimasukkan ke dalam sebuah conveyor yang akan melewati tank yang berisi cairan silikon karbida, dan gas chlorine. Tebal lapisan yang terbentuk tergantung pada lamanya pemanasan.[40]
Siliconizing biasa di aplikasikan pada steel needle (jarum baja) , hal ini bertujuan untuk melapisi bagian dalam dan bagian luar nya, pada prosesnya dilakukan pencelupan kedalam conveyor yang berisi silicon karbida.
Kelebihan
1. Memiliki kekerasan yang tinggi
2. Tebal lapisan dapat diatur sesuai keinginan, tergantung dari waktu proses
Kekurangan
1. Silikon ini menghasilkan tebal lapisan antara 0,005-0,1 inci, sehingga akan mengubah dimensi produk
Gambar 1.20 Siliconizing [24]
B. Surface hardening tanpa penambahan zat
Surface hardening tanpa penambahan zat dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Flame Hardening
Flame hardening adalah proses pemanasan permukaan yang menggunakan nyala api oxyacetylene untuk pemanasan permukaan logam. Proses ini hanya dapat dilakukan untuk logam yang mengandung kadar karbon tinggi atau sedang. Dasar penyalaan nyala api sama dengan pengerasan induksi yaitu pemanasan yang cepat disusul dengan pencelupan permukaan tebal lapisan yang mengeras tergantung pada kemampu pengerasan bahan, karena selam pemanasan tidak ada penambahan unsure-unsur lain. Pada alat dipasangkan juga aliran pendingin sehingga setelah suhu yang diinginkan tercapai permukaan langsung disemprot dengan air.
Gambar 1.21 Flame hardening [9]
Dari Gambar 1.21 di atas diperlihatkan 2 metode yang berbeda dalam proses flame hardening yaitu Progresive Flame Hardening (gbr.atas) dan Progresive Spin Hardening (gbr.bawah). Namun masih ada satu metode lagi yaitu Spot Flame Hardening.
Dasar pengerasan nyala adalah sama dengan pengerasan induksi yaitu pemanasan yang cepat disusul dengan pencelupan permukaan tebal lapisan yang mengeras tergantung pada kemampuan pengerasan bahan, karena selama proses pengerasan tidak ada penambahan unsur-unsur lainnya. Pemanasan di lakukan dengan nyala oksiasitelin yang dibiarkan memanasi logam sampai suhu kritis. Pada alat dipasangkan juga aliran pendingin sehingga setelah suhu yang diinginkan tercapai permukaan langsung disemprot dengan air. Bila dikendalikan dengan baik, bagian-bagian dalam tidak terpengaruh. Tebal lapisan yang keras tergantung pada waktu pemanasan dan suhu nyala.
Metode yang umum dilaksanakan pada flame hardening adalah:
1). Pengerasan stasioner : baik nyala maupun benda yang akan dikeraskan keduanya berada dalam keadaan diam, pengerasan bersifat setempat.
2). Pengerasan progresif : Nyala bergerak menuju ke benda yang diam; metode ini berguna untuk mengeraskan bagian yang luas, contohnya gigi dari roda gigi yang besar.
3). Pengerasan spinning : Nyala tetap diam sedangkan benda berotasi Metode ini digunakan untuk pengerasan bagian melingkar.
4). Pengerasan progresif-spinning : Nyala bergerak pada benda yang berputar. Metode ini digunakan untuk mengeraskan permukaan benda melingkar, contohnya rolling.
Proses ini menghasilkan permukaan yang keras dengan inti yang ulet. Benda-benda yang lapisannya besar dapat dikeraskan tanpa memanaskan seluruh benda, tebal lapisan yang dipanaskan dikendalikan dengan baik.
1. Kelebihan, menghasilkan permukaan yang keras dengan cepat dengan mencapai ketebalan antara 1/8-1/4 inch.
2. Kekurangan, tidak bisa diterapkan pada logam yang tipis, hanya dapat digunakan pada baja yang berkarbon tinggi.[9]
Gambar 1.22 Flame Hardening [24]
2. Laser and Electron Beam Hardening
Metode ini dapat digunakan untuk pengerasan secara selektif terhadap logam yang dapat dikeraskan. Laser dan electron beam mempunyai kegunaan yang sama dengan nyala api pada flame hardening atau induksi pada induction hardening. Metode ini hanya dapat digunakan pada baja dengan kandungan karbon dan logam yang dapat di-quenching. Laser dan electron beam digunakan untuk menaikkan suhu permukaan logam yang akan dikeraskan. Ukuran titik pengerasan elektron ialah sekitar 0,010 hingga 0.015 in2. Sedangkan laser mempunyai ukuran yang lebih besar daripada elektron, tetapi tidak lebih besar dari 0,150 in2
Gambar 1.23 Laser Beam Hardenin [22]
Gambar 1.24 Contoh Proses Laser Beam Hardening [26]
Keuntungan metode diatas yaitu:
1. Kita dapat melakukan pengerasan secara selektif , jadi pengerasan hanya diberikan pada bagian bagian yang kita inginkan
Kedua metode diatas mempunyai kekurangan yang sama, yaitu:
1. Biaya peralatan yang mahal
2. Tidak dapat digunakan pada logam-logam yang termasuk high alloys. Metode ini terbatas hanya pada plain carbon steels, low alloy steels dan baja. [27]
3. Induction Hardening
Induction hardening adalah metode yang mirip dengan flame hardening, dengan pengecualian bahwa sumber panasnya adalah sentral listrik di dalam logam oleh sebuah aliran induksi listrik. Yang dapat dikeraskan dengan metode ini adalah konduktor atau semikonduktor. Blok induksi yang berfungsi sebagai kumparan primer transformator ditempatkan di sekeliling benda yang akan dipanaskan. Arus berfrekuensi tinggi yang melewati blok ini akan menimbulkan arus induksi pada permukaan benda. Blok indikator yang mengelilingi permukaan yang dipanaskan dengan saluran air yang berlubang-lubang halus.
Gambar 1.25 Induction hardening [9 dan 27]
Aplikasi proses induction hardening akhir-akhir ini melalui penggunaan arus induksi dalam industri mengalami kemajuan pesat, termasuk penggunaan arus listrik untuk pencairan logam, pengerasan, dan perlakuan panas lainnya. Seperti pemanasan permukaan untuk penempaan, pemanasan untuk sinter, brazing dan perlakuan jenis. Arus bolak-balik berfrekuensi tinggi berasal dari konverter merkuri, osilator spark atau osilator tabung. Frekuensi pada umumnya tidak melebihi 500.000 Hz. Untuk benda yang tipis digunakan frekuensi yang tinggi, sedangkan untuk benda yang tebal digunakan frekuensi yang rendah. Pemanasan induksi memberikan hasil yang cukup baik pada pengerasan permukaan kurkas dan yang harus tahan aus. Berbeda dengan pengerasan permukaan biasa, disini susunan kimia baja tidak berubah karena pemanasan berlangsung sangat cepat dan pencelupan permukaan tidak berpengaruh pada bagian dalamnya. Pengerasan yang diperoleh melalui pengerasan induksi sama dengan pemanasan biasa dan tergantung pada kadar karbon.
Setelah baja dipanaskan sampai suhu yang tepat disemprotkan air sehingga terjadi proses pencelupan.
1. Kelebihan, kecepatan untuk memanaskan baja sampai kedalaman 3,2 mm hanya beberapa detik saja, permukaan logam bebas kerak, distorsi minimal, dan bisa digunakan pada material yang tipis.
2. Kekurangan, hanya dapat digunakan pada logam yang bersifat konduktor atau yang semikonduktor. [9]
2. Quenching
Quenching adalah proses pendinginan secara cepat setelah mengalami pemanasan. Untuk mengilustrasikan sebuah kurva pendinginan dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Gambar 1.26 Typical cooling curve for a small cylinder quenched [13]
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat tiga tingkatan pendinginan, yaitu:
1. Vapor-blanket Cooling stage
Tahap pertama, suhu logam sangat tinggi sehingga medium quenching menguap pada permukaan logam.
2. Vapor-transport Cooling Stage
Proses ini dimulai ketika logam didinginkan pada suhu uap air dan film tidak stabil. Permukaan logam basah oleh medium quenching dan titik didih yang tinggi. Tahapan ini merupakan proses pendinginan yang paling cepat.
3. Liquid Cooling Stage
Proses ini dimulai ketika suhu permukaan logam mencapai titik didih. Tahapan ini merupakan proses yang paling lambat.
Gambar 1.27 Kurva Time Temperature Transformation [28]
Laju reaksi, transformasi isotermal ditunjukan dalam diagram TTT. Pada gambar terlihat data waktu untuk reaksi pada baja eutektoid (AISI-SAE1080). Garis yang terdapat di sebelah kiri menyatakan waktu yang diperlukan untuk memulai dengan dekomposisi. Garis yang terdapat disebelah kanannya menyatakan waktu berakhirnya reaksi γ→ ( α + C ) Garis-garis yang terdapat pada gambar tersebut dinamakan dengan diagram transformasi Isotermal atau diagram T-I. Gambar T-I diperoleh dari : potongan-potongan contoh baja eutektoid yang dipanaskan sampai mencapai suhu austenit dan dibiarkan untuk waktu tertentu agar transformasi ke austenit selesai sepenuhnya. Potongan-potongan sampel kemudian dicelupkan lebih lanjut sampai mencapai suhu ruang. Perubahan γ→ ( α + C ) tidak terjadi pada contoh yang dibiarkan pada suhu 6200C selama kurang dari satu detik, dan transformasi sempurna menjadi α + karbida baru terjadi setelah 10 detik berlalu.
Dengan diagram T-I membuktikan bahwa transformasi austenit berlangsung dengan lambat, baik pada suhu tinggi (dekat suhu eutektoid) maupun suhu rendah . Reaksi yang lamban pada suhu tinggi disebabkan karena tidak cukup pendinginan lanjut yang dapat menimbulkan nukliasi ferit dan karbida baru dari austenit semula.[29]
Menurut media pendinginnya, quenching dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1) Quenching air
Air adalah media yang paling banyak digunakan untuk quenching, karena biayanya yang murah, dan mudah digunakan serta pendinginannya yang cepat. Air khususnya digunakan pada baja karbon rendah yang memerlukan penurunan temperatur dengan cepat dengan tujuan untuk memperoleh kekerasan dan kekuatan yang baik. Air memberikan pendinginan yang sangat cepat, yang menyebabkan tegangan dalam, distorsi, dan retakan. [29]
Gambar 1.28 Quenching dengan Media Air [30]
2) Quenching dengan media oli
Oli sebagai media pendingin lebih lunak jika dibandingkan dengan air. Digunakan pada material yang kritis, antara lain material yang mempunyai bagian tipis atau ujung yang tajam. Karena oli lebih lunak, maka kemungkinan adanya tegangan dalam, distorsi, dan retakan kecil. Oleh karena itu medium olo tidak menghasilkan baja sekeras yang dihasilkan pad medium air. Quenching dengan media air akan efektif jika dipanaskan pada suhu 30-60 derajat Celcius.[29]
Gambar 1.29 Grafik quenching dengan media oli [21]
3) Quenching dengan media udara
Quenching dengan media udara lebih lambat jika dibandingkan dengan media oli maupun air. Material yang panas ditempatkan pada screen. Kemudian udara didinginkan dengan kecepatan tinggi dialirkan dari bawah melalui screen dan material panas. Udara mendinginkan material panas lebih lambat dari daripada medium air dan oli. Pendinginan yang lambat kemungkinan adanya tegangan dalam dan distorsi. Pendinginan udara pada umumnya digunakan pada baja yang mempunyai kandungan paduan yang tinggi. [9]
Gambar 1.30 Quenching media udara [9]
Dari proses quenching juga dapat dihasilkan diagram TTT (time, temperature, transformation), seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 1.31 Diagram TTT Proses Quenching [32]
Diagram tersebut menjelaskan tentang kaitan produk transformasi yang berhubungan dengan waktu dan teperatur. Dari diagram ini jelas bahwa dari dekomposisi austenit dapat diperoleh berbagai variasi struktur pada baja, struktur mungkin terdiri dari 100% perlite kasar, baja bersifat lunak dan ulet, atau martensit penuh, ketika baja bersifat keras dan getas. Karena transformasi baja dapat menghasilkan berbagai sifat maka baja tetap merupakan material konstruksi utama untuk keperluan rekayasa. Adakalanya baja yang akan diproses tidak mempunyai kekerasan yang cukup. Oleh karena itu perlu dilakukan proses hardening. Dengan melakukan hardening maka akan didapatkan sifat kekerasan yang lebih tinggi. Semakin tinggi angka kekerasan maka sifat keuletan akan menjadi rendah dan baja akan menjadi getas. Baja yang demikian tidak cukup baik untuk berbagai pemakaian. Oleh karena itu biasanya atau hampir selalu setelah dilakukan proses pengerasan kemudian segera diikuti dengan tempering [33]
Gambar 1.32 Kurva Quenching Dengan Berbagai Media [32]
4) Quenching dengan media air garam
Gambar 1.33 Quenching media air garam [58]
Air garam adalah media yang sering digunakan pada proses quenching terutama untuk alat-alat yang terbuat dari baja. Beberapa keuntungan menggunakan air garam sebagai media adalah:
a. Suhunya merata pada air garam
b. Proses pendinginan merata pada semua bagian logam
c. Tidak ada bahaya oksidasi, karburisasi, atau dekarburisasi selama proses pendinginan [29]
Gambar 1.34 Beberapa teknik quenching [35]
5) Quenching dengan media brine
Kurva berikutnya berhubungan dengan gulf super-quench oil pada suhu 125º F. Media ini memiliki tahap penguapan yang relatif panjang, dan memasuki tahap mendidih setelah 7 detik, tahap ketiga gulf super-quench oil dicapai setelah 15 detik. [9]
Gambar 1.35 Peralatan untuk quenching dengan media brine [36]
6) Quenching dengan media solusi air dan oli
Kurva berikutnya berhubungan dengan gulf super-quench oil pada suhu 125º F. Media ini memiliki tahap penguapan yang relatif panjang, dan memasuki tahap mendidih setelah 7 detik, tahap ketiga gulf super-quench oil dicapai setelah 15 detik. [9]
Gambar 1.36 Peralatan quenching dengan media campuran oli dan air [36]
7) Cryogenic Quench
Cryogenic atau deep freezing bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada austenit yang tertahan selama quenching. Austenit yang ada akan berubah semuanya.[29]
Gambar 1.37 Cryogenic Quench [37]
8) Polimer Quench
Polimer quench pendinginannnya berada diantara air dan oli, kecepatan pendinginan dapat terpengaruh oleh variasi komponen dalam campuran yang mana tersusun atas air dan glycol polimer. Polimer quench berkemampuan untuk menghasilkan benda kerja dengan tingkat korosi yang rendah dari pada air dan resiko kebakaran yang rendah pada oli. Tapi hasil yang demikian hanya akan diperoleh bila komposisi kimia material quench selalu konstan.
Gambar 1.38 Gambar Polimer Quench [38]
Sesuai dengan diagram medium pendinginan, urut-urutan media pendingin berdasarkan kemampuan menghasilkan kekrasan tertinggi adalah :
1. Air dengan 10% sodium chloride (brine).
2. Larutan garam
3. Air yang mengalir (disemprotkan dengan tekanan tinggi).
4. Oli + air.
5. Oli.
Untuk keseluruhan penggunaan media quenching di atas dapat kita gambarkan diagram I-Tnya (Gambar 2.36). Kurva pendinginan yang didapatkan melalui media yang berbeda di tengah-tengah stainless steel berdiameter 0,5 inci. Kurva yang menjorok ke kiri adalah solusi air asin 10% pada suhu 75o F. Media quenching ini memiliki tingkat penguapan yang sangat pendek yang berlangsung antara satu detik kemudian jatuh dengan cepat pada tahap mendidih, dimana angka pendinginan bergerak sangat cepat. Dan kemudian masuk ke tahap ketiga saat 10 detik. Dengan melihat kurva pendinginan tap water pada 75o F, tahap penguapan lebih lama jika dibandingkan dengan air asin. Tahap ketiga dicapai sekitar 15 detik. Pada kurva media pendingin air garam dapat diperhatikan bahwa pada kurva tersebut memiliki tahapa penguapan yang sangat lambat. Akan tetapi angka pendinginan selama tahap mendidih tidak bergerak secepat yang terjadi pada air asin atau tap water, dan akan mencapai tahap ketiga setelah 10 detik.
Dua kurva selanjutnya berhubungan dengan oli, Garis bertitik adalah Gulf Super-Quench oli pada 125o F dan garis kontinu tipis adalah slow oil. Keduanya menunjukkan tingkat penguapan yang relatif lama. Tahap ketiga dicapai Gulf Super-Quench setelah sekitar 15 detik dan sekitar 22 detik untuk slow oil. Kurva pendinginan terakhir adalah udara tetap pada suhu 82o F tidak pernah keluar dari tahap penguapan dan oleh karenanya menunjukkan angka pendinginan yang sangat lambat. [9]
Gambar 1.39 Kurva pendinginan stainless steel diameter 0,5 inci dan panjangnya 2,5 inci [13]
Angka pendinginan untuk berbagai macam media dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1 .3 Angka pendinginan pada specimen stainless steel berdiameter 0,5 inci dan panjangnya 2,5 inci diquench dari 1500o F [39]
II. Softening
Proses ini merupakan proses heat treatment yang bertujuan untuk melunakkan.
Softening dibagi atas beberapa bagian, yaitu:
A. Annealing
Annealing adalah proses heat treatment dimana bahan mengalami pemanasan sampai temperatur yang sesuai dengan jenis anealling yang akan dilakukan kemudian menahannya pada suhu tersebut (holding time) selama satu jam tiap satu inci dengan pendinginan yang perlahan-lahan. Tujuan dari proses ini adalah pelunakkan sehingga baja yang keras dapat dikerjakan melalui proses permesinan atau pengerjaan dingin.
Tujuannya adalah:
1. Menghilangkan ketidak homogenan struktur
2. Memperhalus ukuran butir
3. Menghilangkan tegangan sisa
4. Menyiapkan struktur baja untuk proses perlakuan panas
Sebagai contoh pada besi cor, annealing mengakibatkan meningkatnya keuletan dan kadang-kadang pelunakan (berkurangnya kekerasan) dipersamakan dengan keuletan.Anealling dapat dibedakan menjadi beberapa bagian berdasarkan perlakuan suhu, fase transformasi dan berdasarkan tempat perlakuannya. Berdasarkan perlakuan suhunya annealing dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, full annealing, partial annealing, dan subcritial annealing. Untuk full annealing, baja dipanaskan di atas suhu kritis (A3) maksimum dan kemudian didinginkan secara lambat. Untuk partial annealing, baja dipanaskan diantara suhu kritis maksimum (A3 or Acm) dan suhu kritis minimum (A1). Sedangkan pada subcritial annealing, baja dipanaskan di bawah suhu kritis (A1), dapat dilihat pada Gambar 2.37 di bawah ini.[9]
Gambar 1.40 Klasifikasi annealing berdasarkan suhu pada annealing
1. Proses Annealing :
Dalam proses annealing, material dipanaskan pada suhu antara 10500 F sampai 13000 F, kemudian didinginkan. Hal tersebut akan menghilangkan tegangan sisa pada material, dan menghilangkan tegangan internal, tetapi tidak semuanya. Proses annealing seringkali digunakan sebagai proses heat treatment lanjutan selama pembuatan material tersebut. Proses annealing dilakukan beberapa kali dengan beberapa proses penarikan. Setelah proses pemotongan kasar dengan mesin, material di-anneal untuk membebaskan tegangan yang diakibatkan oleh pemotongan. Setelah pembebasan tegangan sisa dapat dilanjutkan dengan pemotongan halus yang megakibatkan sedikit tegangan.[9]
Gambar 1.41 Diagram Annealing [40]
2. Tahap-tahap proses Annealing :
a. Recovery
Recovery is a process by which deformed grains can reduce their stored energy by the removal or rearrangment of defects in their crystal structure. Kekurangan ini, dislokasi secara mendasar, dikenalkan oleh deformasi plastis dari material dan bertindak untuk meningkatkan yield strength dari material. Sejak recovery mengurangi the dislocation density proses ini secara normal diikuti dengan reduksi kekuatan material dan meningkat serentak pada keuletan. Sebagai hasil, recovery mempertimbangkan keuntungan atau detrimental tergantung pada the circumstances. Recovery berhubungan dengan proses yang sama dari rekristalisasi dan grain growth. Recovery bersaing dengan rekristalisasi, yang keduanya digerakkan oleh energi yang tersimpan, but is also thought to be a necessary prerequisite for the nucleation of recrystallised grains.
b. Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah sebuah proses yang mana grains yang cacat digantikan dengan set yang baru dari grain yan tidak cacat yang nucleate dan tumbuh sampai grains yang asli dapai dipakai. Rekristalisasi biasanya diiringi oleh reduksi dalam kekuatan dan kekerasandari logam dan terjadi peningkatan dalam pembuluhnya. Dengan demikian, proses dikenalkan sebagai sebuah langkah pertimbangan dalam pemrosesan logam atau mungkin sebuah ketidak inginan oleh produk dengan langkah pemrosesan yang lain. Penggunaan paling penting dalam industri adalah softening logam secara keras dengan cold work, yang menghilangkan pembuluhnya, dan mengontrol struktur dari grain pada hasil akhir.
c. Grain growth
Grain Growth mengacu pada peningkatan ukuran dari grain (Crystallities) dalam material pada suhu yang tinggi. Ini terjadi ketika recovery dan rekristalisasi lengkap dan reduksi lebih jauhdalam energi internal hanya dapat dicapai dengan mengurangi total area dari batas grain. Keadaan ini biasanya digunakan dalam metalurgi tapi juga digunakan dalam hubungannya dengan keramik dan mineral.
Tahapan-tahapan perubahan material dapat kita lihat dari diagaram fasanya seperti yang terlihat pada Gambar di berikut ini. [9]
Gambar 1.42 Diagram Tahap Annealing [41]
Gambar 1.43 Proses Annealing 59 [29]
Untuk lebih jelasnya, berbagai jenis annealing akan dibahas di bawah ini :
a. Full Annealing
Tujuan dari annealing adalah untuk memperkecil butir, membuat baja lebih ulet, dan untuk meningkatkan kemmpuan baja untuk dimesin. Prosesnya dapat dilihat pada gambar 2.37 di bawah. Baja terdiri dari butiran kasar yang mengandung 0.2% carbon (hipoeutektoid) dan akan diubah ukurannya menjadi butiran yang halus melalui proses annealing. Aplikasi full annealing pada dunia industry di peruntukkan salah satunya untuk pembuatan plat baja , plat baja yang akan digunakan untuk membuat bagian bagian body mobil harus memiliki keuletan yang tinggi sehingga dapat dilakukan proses permesinan.
Ketika baja dipanaskan, tidak akan ada perubahan yang terjadi hingga A1 (lower critical) dilewati. Pada suhu ini perlit akan bertranformasi menjadi butiran austenit oleh reaksi eutektoid tetapi pada suhu ini butiran ferrit yang kasar belum berubah, dan pendinginan pada garis suhu ini tidak akan memperkecil butiran. Dilanjutkan dengan pemanasan dengan suhu berada di antara A1 dan A3 yang mengakibatkan butiran ferrit bertranformasi menjadi austenit. [42]
Gambar 1.44 Siklus Annealing Sempurna [43]
Kemudian menaikkan suhu untuk hipoeutektoid kira-kira 50o F di atas garis A3. Perubahan ukuran butir hipereutektoid akan terjadi 50o F di atas garis A3. Pemanasan di atas suhu ini akan memperkasar ukuran butir austenitic yang kalau didinginkan akan berubah menjadi daerah perlit yang luas. Mikrostruktur hipereutektoid akan tetap karena butiran lamellar perlite dikelilingi oleh jaringan preutektoid sementit. Karena jaringan sementit mudah rusak dan cenderung menjadi bahan yang lemah, annealing tidak akan pernah berakhir menjadi heat treatment untuk hipereutektoid. Daerah hipoeutectoid dan hipereutectoid dapat dilihat pada gambar 1.41 di bawah ini.
Gambar 1.45 Temperatur Annealing dan Spheroidizing [46]
b. Partial Annealing
Pada proses partial annealing, baja dipanaskan diantara suhu A1 dan A3. Yang diikuti dengan proses pendinginan lambat. Pada umumnya yang dipakai untuk perlakuan ini adalah baja hipereutektoid, yang strukturnya terdiri dari perlit dan sementit halus. Hipoeutektoid juga dipakai untuk proses ini untuk meningkatkan kemampuan di mesin. Tetapi tidak semua jenis baja hipotektoid dapat digunakan untuk proses ini, baja yang mempunyai struktur perlit dan ferrit yang kasar tidak dapat digunakan untuk proses ini. Aplikasi Partial Annealing salahg satunya biasa digunakan juga pada industri plat baja untuk spare part body otomotive [48]
Gambar 1.46 Stability zone, partial annealing zone and total annealing zon [44]
c. Stress-relief Annealing
Stress reliefing adalah proses heat treatment yang digunakan untuk menghilangkan tegangan internal tanpa mengurangi kekuatan suatu material secara signifikan. Proses ini digunakan pada situasi dimana pengawasan dimensional secara ketat diperlukan dalam proses pengelasan, penempaan, pengecoran, dan lain-lain. Pemanasan dilakukan pada suhu dibawah garis kritis minimum (1000-1200o F).
(Sumber: William D. Callister. Materials Science And Engineering. halaman 225) [82]
Stress-relief Annealing dalam prosesnya biasa digunakan dalam dunia industry , salah satu contoh aplikasinya yaitu untuk menghilangkan tegangan sisa pada komponen setelah mengalami pengelasan , dengan cara menghilangkan tegangan sisa nya.
Gambar 1.47 Stress-relief Annealing [45]
d. Spherodizing
Spheoridzing adalah proses heat treatment yang menghasilkan sebuah struktur yang terdiri dari bola-bola kecil atau spheroid carbide di dalam matriks ferrit. Bahan yang digunakan untuk spherodizing adalah baja karbon tinggi, seperti bantalan peluru. Proses dari spherodizing adalah bila bahannya adalah perlit maka dipanaskan selama 16-24 jam pada suhu eutektoid sedangkan bila bahannya martensit dipanaskan selama 1-2 jam pada suhu yang sama. Tujuan dari spherodizing adalah untuk meningkatkan ketangguhan baja yang rapuh. Pada baja tentunya diperlukan adanya kadar karbida yang tinggi agar daya tahanan arus meningkat. Dengan struktur mikro perlit ketangguhan akan rendah sekali. Dimana aplikasinya digunakan pada alat – alat potong, alat – alat pahat, roda gigi atau kontruksi mesin yang sering mengalami kontak antara bahan satu dengan bahan lainnya .[9]
Gambar 1.48 Struktur mikro Spheroidizid[46]
Gambar 1.49 Diagram Spheroidizing, Full Annealing dan Normalizing[47]
e. Rekristalisasi
Rekristalisasi dilakukan pada logam yang mengalami pengerjaan dingin. Tujuannya adalah untuk meniadakan pengerasan regangan. Pemanasan sekitar 0,3 Tm sampai 0,6 Tm agar waktu pemanasan wajar ditinjau dari segi produksi. Rekristalisasi berlangsung cepat dalam logam murni dibandingkan dengan paduan. Makin besar deformasi (regangan) makin cepat proses rekristalisasi. Dalam hal ini lembaran baja dan kawat baja jangan diekristalisir pada suhu di atas eutectoid kecuali bila ada usaha khusus untuk pendinginan perlahan-lahan. Bila tidak maka akan terbentuk martensit yang rapuh. [49]
Gambar 1.50 Rekristalisasi [49]
f. Anil
Dilakukan pada material gelas untuk menghilangkan tegangan tegangan sisa dan menghindarkan terjadinya retakan panas (benda mula dan benda akhir tidak berubah kekerasannya). Prosedur pelaksanaannya berubah dengan komposisi gelas karena suhu pemanasan harus mendekati suhu transisi gelas agar memungkinkan penurunan tegangan tanpa melampaui titik regangan dimana viskositas = 10 13,5 Pa. Dibawah suhu titik regangan dimana ada peningkatan viskositas sebanyak 30 kali, pendinginan dapat berlangsung dengan epat karena tidak mungkin terjadi tegangan sisa yang baru. Pada proses ini tidak ada perubahan struktur mikro. Aplikasinya untuk softening baja yang terkandung pada mesin-mesin industri. [9]
Gambar 1.51 Proses anil [50]
B. Normalizing
Normalizing dilakukan dengan pemanasan baja di atas suhu kritis bagian atas (A3 atau Acm) yang diikuti dengan pendinginan pada suhu kamar. Tujuan dari normalizing adalah untuk meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja jika dibandingkan dengan full annealing, untuk beberapa pemakaian normalizing bisa saja menjadi akhir dari heat treatment. Oleh karena itu untuk baja hipereutektoid harus dilakukan pemanasan di atas suhu A3 untuk memutuskan jaringan sementit.
Gambar 1.52 Normalizing untuk hipoeutectoid
dan hipereutectoid steel [46]
Normalizing juga digunakan untuk meningkatkan kemampuan baja untuk di mesin, memperhalus butiran, dan meningkatkan homogenitas struktur baja. Gambar 4.38 di bawah ini menunjukkan mikrostruktur baja 0,5 % karbon dari proses normalisasi.
Gambar 1.53 Normalized 0.5 % carbon-steel. Proeutectoid ferrite surrounding pearlite area. [13]
Pada kondisi annealing baja tersebut mempunyai 62 % perlit dan 38 % proeutektoid ferrit. Pada pendinginan udara baja tersebut akan mempunyai 10 % proeutektoid ferrit, dimana jaringan yang berwarna putih mengelilingi daerah perlit yang gelap. Untuk baja hipereutektoid, normalizing akan mengurangi jaringan proeutektoid sementit. [13]
C. Tempering
Tempering adalah pemanasan kembali antara 100-400 derajat Celcius, yang bertujuan untuk menurunkan kekerasan, pendinginan dilakukan di udara. Dalam proses tempering atom-atom akan berganti menjadi suatu campuran fasa-fasa ferrit dan sementit yang stabil. Melalui tempering kekuatan tarik akan menurun sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat. Untuk proses quenching setelah hardening dilakukan mendadak, sedangkan setelah tempering pendinginan dilakukan dengan udara. Proses pendinginan ini jelas akan berakibat berubahnya struktur logam yang diquench.
Tempering dibagi dalam beberapa bagian, yaitu:
a. Tempering suhu rendah (150-300 C)
Tujuannya untuk mengurangi tegangan kerut dan kerapuhan baja. Digunakan pada alat kerja yang tak mengalami beban berat seperti alat potong dan mata bor kaca.
b. Tempering suhu menengah (300-500 C)
Tujuannya menambah keuletan dan sedikit mengurangi kekerasan. Digunakan pada alat kerja yanga mengalami beban berat seperti palu, pahat dan pegas.
c. Tempering suhu tinggi (500-650 C)
Tujuannya untuk memberikan daya keuletan yang besar dan kekerasannya menjadi lebih rendah. Digunakan pada roda gigi, poros, batang penggerak. [9]
Tiga dasar pengerasan untuk perkembangan martensit, tempered martensite, dan bainite adalah conventional hardening and tempering, martempering dan austempering.
Gambar 1.54 Tempering [13]
1. Conventional Hardening dan Tempering
Conventional dan Tempering saling berhubungan, perbedaannya adalah bahwa pada Tempering medium quenching lebih terkontrol. Jika sebuah logam dipanaskan pada suhu austenit kemudian didinginkan pada air dingin, perbedaan suhu di pusat dan permukaan akan menyebabkan retakan pada logam dan ada kemungkinan akan terjadi distorsi. [9]
2. Martempering
Martempering adalah salah satu solusi untuk untuk mencegah terjadinya distorsi dan retakan. Martempering mirip dengan conventional hardening, kecuali bahwa dalam quenching suhu logam dikurangi hingga 400o F, atau sedikit di atas garis martensit, Ms. Pada saat suhu ini ditahan hingga suhu pada pusat/inti sama dengan suhu pada permukaan, kemudian logam didinginkan pada suhu kamar. Logam dibiarkan dalam medium quenching hingga suhu pad logam sama, kemudian didinginkan pada suhu yang sedang, biasanya di udara. Pendinginan yang merata dapat mencegah terjadinya tegangan sisa. [9]
Gambar 1.55 Martempering [46]
3. Austempering
Proses austempering mengubah austenit menjadi stuktur yang lebih keras yang disebut dengan bainit. Pada austempering, logam didinginkan dalam media garam pada suhu 450-800o F. Pada saat suhu ini dimaksudkan untuk memperoleh struktur logam yang ulet dan keras. Ketika suhu yang konstan dipertahankan untuk beberapa waktu tertentu selama transformasi austenit akan dihasilkan struktur bainit. Tetapi proses ini hanya dapat dilakukan pada logam yang mempunyai kekerasan yang baik seperti, mata pisau dan kawat. Baja yang mengandung karbon 0,6 % sangat mudah untuk diaustemper.[9]
Gambar 1.56 Austempering (bainite tempering) [53]
Gambar 1.57 Proses pada tempering [42]
Untuk lebih singkatnya, dapat dilihat pada Tabel 1.3 Proses tarnsformasi untuk baja berikut. [54]
Proses Tujuan Prosedur Fasa
Anil Pelunakan Pendinginan lambat dari
daerah γ stabil α + karbida
Celup Pengerasan Celup yang lebih cepat daripada CRm Martensit
Celup Terputus Pengerasan tanpa retak Celup disusul dengan pendinginan lambat dari Ms ke Mf Martensit
Austemper Pengerasan tanpa
pembentukan martensit rapuh Celup disusul dengan transformasi isotermal diatas Ms α + karbida
Temper Peningkatan ketangguhan
(biasanya dengan
pelunakan minimal) Pemanasan ulang dari martensit α + karbida
1.2.3 Jenis – Jenis Tungku Pembakaran
1. Car bottom furnace
Gambar 1.58 Car bottom furnace [60]
Tungku jenis ini memiliki dasar yang bergerak (car). Car dapat keluar dari tungku dan dapat dimuat atau dibongkar dengan melalui perbaikan. Metode pemanasan ini dengan memanfaatkan resistensi listrik atau bahan bakar / gas. Car Bottom Furnace cocok untuk sebagian besar operasi berbagai perlakuan panas.
2. Bell Type Furnace
Gambar 1.59 Bell Type Furnace [60]
Tungku jenis ini memiliki lonceng pemanas vertikal yang bergerak dan stasioner. Metode pemanasan dengan resistensi listrik atau bahan bakar / gas.
Tungku jenis Bell ini cocok untuk anil strip yang digulung dan perawatan panas lainnya termasuk operasi di atmosfer terkendali
3. Vertical Pit Furnace
Gambar 1.60 Vertical Pit Furnace [60]
Tungku jenis ini digunakan untuk perbaikan panas poros seperti bagian (generator rotor, rotor turbin uap) yang dimuat secara vertikal melalui bagian atas tungku.Metode pemanasan ini dengan resistensi listrik atau bahan bakar / gas.
4. Belt Furnace
Gambar 1.61 Belt Furnace [60]
Tungku jenis ini memiliki mesh conveyor belt yang bergerak melalui tabung panjang seperti tungku. Metode pemanasanya dengan listrik (resistansi atau induksi) atau bahan bakar / gas. Tungku Belt cocok untuk perlakuan panas bagian-bagian yang elative kecil.
5. Roller Furnace
Gambar 1.62 Roller Furnace [60]
Tungku jenis ini telah rol baja tahan panas memindahkan bagian melalui tabung panjang seperti tungku. Metode pemanasan mungkin baik listrik atau bahan bakar / gas. Tungku Roller cocok untuk perlakuan panas lembaran, tabung dan bagian panjang lainnya.
6. Pusher Furnace
Gambar 1.63 Pusher Furnace [60]
Tungku jenis ini memiliki pendorong yang terletak di ujung tungku dan memindahkan bagian-bagian melalui tungku. Metode pemanasan ini dengan listrik atau bahan bakar / gas. Tungku Pendorong umumnya digunakan untuk pemanasan suatubagian sebelum deformasi panas.
7. Continuous strip annealing furnace
Gambar 1.64 Continuous strip annealing furnace [60]
Strip Coled berguling di daerah uncoiled melewati tabung panjang seperti tungku yang dilingkarkan dengan atmospere terkendali (umumnya campuran dari Hidrogen dan Nitrogen) mencegah oksidasi dari permukaan baja
Metode pemanasan ini dengan listrik atau bahan bakar / gas.[9]
1.2.4 Aplikasi Heat Treatment
Dalam proses pembuatan velg mobil yang menggunakan bahan utama paduan aluminium silikon (aluminium silicon alloy) AI-7Si atau A356.0, produk hasil cetakan (as-cast) tidak dapat dipakai langsung karena sifat mekaniknya masih rendah. Untuk meningkatkan sifat mekanik sesuai kebutuhan dilakukan proses heat treatment T6 yang meliputi : solution heat treatment,quenching dan aging. Dari ketiga rangkaian proses heat treatment tersebut saling berhubungan untuk menentukan hasil akhir terhadap sifat mekanik yang akan dihasilkan. Solution treatment berfungsi untuk melarutkan elemen-elemen penguat kedalam matrik a-aluminium sehingga akan terjadi penguatan. Temperatur solution (Ts) yang dipakai adalah 540°C, 550 °C, 560°C dan holding time (ts) 4, 5 dan 6 jam.Artificial Aging merupakan proses pengerasan presipitasi dengan cara memanaskan kembali material diatas temperatur kamar yang masih berada dibawah garis solvus dan dibiarkan pada temperatur tersebut sehingga membentuk presipitasi yang halus dan mempunyai formasi yang koheren dengan matrik larutan a-aluminium. Temperatur aging (TaJ yang dipakai adalah 150°C, 160 °C, 170°C dan holding time (taJ 2.5, 3.5, dan 4.5jam. [55]
Gambar 1.65 Aplikasi heat treatment [1]
1.3 METODOLOGI
1.3.1 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam praktikum heat treatment ini adalah :
a. Besi cor non perlakuan
b. Besi cor perlakuan panas dengan pendinginan udara
c. Besi cor perlakuan panas dengan pendinginan air
d. Besi cor perlakuan panas dengan pendinginan oli
e. Baja ST-40 non-perlakuan
f. Baja ST-60 non-perlakuan
g. Baja ST-40 perlakuan panas dengan pendinginan udara
h. Baja ST-60 perlakuan panas dengan pendinginan udara
i. Baja ST-40 perlakuan panas dengan pendinginan air
j. Baja ST-60 perlakuan panas dengan pendinginan air
k. Baja ST-40 perlakuan panas dengan pendinginan oli
l. Baja ST-60 perlakuan panas dengan pendinginan oli
Gambar 1.66 Bahan uji [56]
1.3.2 Peralatan percobaan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum heat treatment adalah :
a. Sebuah perangkat Furnace Chamber HOFFMANN TYPE KL
Gambar 1.67 Furnace Chamber HOFFMANN TYPE KL [56]
Gambar 1.68 Panel control Furnace Chamber HOFMANN TYPE KL [56]
Spesifikasi alat Chamber Hofman;
1. Tipe KL
2. Tahun pembuatan 1991
3. Temperatur Alat 20˚ – 900˚
4. Waktu mulai penundaan 0 – 9999 menit
5. Ramp End, Skip , 4 – 700˚C/h
6. Dwell 0-9999 menit
7. Pendinginan skip 4 -700˚C
8. End 0-9999 menit ditahan
Keterangan :
1. Display
adalah layar yang yang digunakan untuk menampilkan keterangan suhu, kecepatan pemanasan, waktu penahanan, maupun kecepatan pendinginan.
2. Unit
Bagian yang menunjukkan satuan-satuan dari angka-angka yang ditampilkan pada bagian display.
3. Program Number
Program number merupakan untuk tiap program yang ada dalam mesin tersebut.
4. Heating Program
Diagram pemanasan dimana pada diagram tersebut terlihat adanya kenaikan suhu dan penahanan suhu.
A Mengontrol waktu tunggu yang telah disimpan samapi memulai proses pemanasan.
B, D, F Mesin pemanas memanasi dg kecepatan yang telah disimpan, dapat dipilih dari 4oC – 700oC.
C, E, G, I Suhu tidak merubah waktu tunggu.
H Mesin pemanas menurunkan suhu dengan kecepatan normal
5. Relais
Indikator untuk mengontrol sirkulasi udara luar mesin, nilai magnetik, dan penghubungnya
6. Program Button
Adalah tombol untuk memilih-milih program yamg dinginkan, yang selanjutnya akan ditampilkan pada layar program number (3).
7. Segment Button
Tombol yang digunakan untuk memindahkan tahapan-tahapan suhu yang dapat dilihat pada diagram pemanasan.
8. Up/down button
Tombol untuk menaikkan atau menurunkan suhu, kecepatan pemanasan seperti yang ditampilkan pada display (1).
9. Key Button
Adalah tombol untuk mengunci bila kita menginginkan program tersebut menjadi salah satu program dalam mesin.
10. Relais button
Untuk mengontrol sirkulasi udara luar mesin, nilai magnetik, dan penghubungnya.
11. Comsumption button
Untuk mengetahui energi pemakaian pada proses pemanasan sejak dimulai program dan ditampilkan pada display
12. Start stop button
Tombol untuk memulai jalannya program dan menghentikannya
b. Rockwell Hardness Tester HR 150A
Dial indicator
penetrator pengatur pembebanan
Anvil handle pelepas
handle pembeban
handwell
Gambar 2.57 Rockwell Hardness Tester Model HR-150A
(Laboratorium Metalurgi Fisik Jurusan Teknik Fakultar Teknik UNDIP
Gambar 1.69 Rockwell Hardness Tester Model HR-150A [56]
c. Mesin ampelas/ grinding
Gambar 1.70 Mesin ampelas/ grinding 57 [56]
d. Vernier caliper
Gambar 1.71 Vernier Calliper [56]
e. Media pendingin
• Air
• Udara
• Oli
1.3.3 Langkah Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam praktikum heat treatment.
2. Memasukkan spesimen ke dalam Furnace Chamber sampai temperatur 9000 C dan ditahan selama 10 menit.
T= 900 C/h, t=10 m
v= 300 C/h
T= 600 C, t= 15 m
v= 300 C/h
v= 300 C/h
T=300 C, t=15 m
v= 300C/h
T=24 C T= 24 C
Jika ingin memanaskan benda uji sampai suhu 30oC dengan kecepatan 300oC lh dan waktu 5 , tekan tombol program maka angka 1 muncul lalu tekan segmen pada pilihan suhu yang akan dicapai pertama .Masukan angka 600oC Tekan tombol segmen pada pilihan ke 4batas masukan angka 300oC/h. Tekan segmen pada pilihan lama penahan 5s . Tekan tombol segmen pada pilihan pencapaian suhu ke 5 masukan 900oC Tekan segmen pada pilihan kecepatan bakar.Masukkan angka 300oC/h segmen pada pilihan lama pembakaran masukkan angka 5 tekan tombol segmen pada suhu pendinginan masukan angka 50oC. Lalu tekan tombol kunci lalu tekan steel.
3. Mendinginkan spesimen dengan media pendingin
4. Melakukan pengampelasan sampai spesimen rata
5. Menguji kekerasan spesimen dengan Rockwell Hardness Tester model HR 150A .
6. Mengulangi uji kekerasannya sampai tiga kali
7. Mengulangi uji kekerasan untuk spesimen lain.
8. Membandingkan pada spesimen yang sama untuk media pendingin yang berbeda.
1.3.4 Digram alir percobaan
1.4 HASIL DAN PEMBAHASAN
1.4.1 Data hasil percobaan
Berikut adalah data nilai kekerasan yang diperoleh :
a. Material Non Perlakuan
No Baja ST 40 Baja ST 60 Besi Cor
1 53 54 54
2 54 54.5 53.5
3 55 56 53.5
Rata-rata 54 54.83 53.66
b. Material Perlakuan
Perlakuan panas dengan pendinginan udara
No HRA
Baja ST 40 Baja ST 60 Besi Cor
1 52 53 78
2 53.5 54 78
3 53.5 54.5 78.5
Rata-rata 53 53.83 78.16
Perlakuan panas dengan pendinginan air
No HRA
Baja ST 40 Baja ST 60 Besi Cor
1 65 74 52
2 63 73 52
3 75 73 53
Rata-rata 67.66 73.33 52.33
Perlakuan panas dengan pendinginan oli
No HRA
Baja ST 40 Baja ST 60 Besi Cor
1 62.5 51 74
2 63 61 74
3 62 61 75
Rata-rata 62.5 57.66 74.33
1.4.2 Analisa Data
Setelah dilakukan percobaan pada baja ST 40, baja ST 60 dan besi cor dengan non perlakuan dan perlakuan dengan berbagai media seperti media air,oli dan juga udara dan di dapat nilai kekerasannya tiap-tiap material tersebut maka dapat dibuat suatu analisa :
1. Dari penjelasan teori di atas media pendinginan quenching sangat mempengaruhi kekerasan suatu material, bahwa hasil pendinginan menggunakan media air akan lebih keras dari pada media quenching lainnya. Berdasarkan urutan kekerasannya dapat diurutkan perlakuan panas pendinginan air > pendinginan oli > Non perlakuan > perlakuan udara.
2. Dari hasil percobaan didapatkan hasil bahwa pendinginan dengan air menghasilkan tingkat kekerasan material yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendinginan dengan udara. Hal ini disebabkan karena proses pendinginan dengan media pendinginan air terjadi sangat cepat karena dilakukan secara mendadak sehingga terbentuk struktur martensit yang lebih keras, karena martensit itu sendiri merupakan butiran yang berbentuk jarum dan mempunyai sifat yang sangat keras dan tidak stabil. Struktur kristal dari martensit bukan BCC (Body Centered Cubic) melainkan BCT (Body Centered Tetragonal).
Gambar 1.72 Struktur Kristal BCT ( Body Centered Tetragonal ) [49]
Struktur ikatan martensit tersebut dikarenakan kehadiran dari karbon yang terjebak ditengah-tengah struktur usteni. Karena pendinginan yang cepat, maka atom-atom logam tidak mengalami transformasi secara difusi. Dengan pendinginan yang sangat cepat maka tidak ustenit waktu bagi ustenite untuk berubah maupun menjadi ferrit. Sedangkan pada pendinginan udara yang merupakan jenis proses quenching, prosesnya berlangsung sangat lambat sehingga ustenite berubah menjadi perlit maupun ferrit yang lunak.
3. Baja ST-40 merupakan baja karbon rendah dengan kadar C + 0,3 %. Pada diagram fasa Fe – C dibawah, letak ST 40 pada garis warna merah. Sehingga perubahan fase selama proses heat treatment dapat dilihat pada diagram tersebut. Baja ST- 60 merupakan baja karbon sedang dengan kandungan C antara 0,3 – 0,65 % pada diagram fasa dibawah letaknya antara garis merah dan biru sehingga perubahan fase pada waktu heat treatment dapat dilihat pada diagram fase Fe – C dibawah.
Gambar1.73 Letak Baja ST-40 dan ST-60 dalam Diagram fasa Fe – C[49]
Gambar 1.73 Representasi struktur mikro baja ST-40 dan ST-60 dalam proses heat treatment [49]
Tabel 2.7. Perbandingan berbagai sifat baja ST-40 dan ST-60 setelah proses Heat Treatment
Perlakuan Panas Baja ST-40 Baja ST-60 Besi Cor
Non Perlakuan
Sifatnya lebih keras dibandingkan dengan baja ST-40 dengan pendinginan udara tapi lebih ulet dibandingkan ST-40 pendinginan air dan oli Kekerasan lebih besar dibandingkan dengan baja ST 60 pendinginan udara tapi lebih ulet dibandingkan ST-40 pendinginan air dan oli Kekerasannya lebih besar dibandingkan dengan besi cor pendingianan air tetapi lebih ulet bila dibandingkan dengan besi cor pendinginan oli dan medium udara
Pendinginan Udara Paling rendah kekerasannya bila dibandingkan dengan baja ST 40 non perlakuan, pendinginan air dan pendinginan oli . Paling rendah kekerasannya bila dibandingkan dengan baja ST 60 non perlakuan , pendinginan air dan pendinginan oli. Paling tinggi kekerasannya bila dibandingkan dengan besi cor non perlakuan, pendinginan air, dan pendinginan oli
Pendinginan air Paling keras bila dibandingkan dengan baja ST 40 non perlakuan, pendinginan udara dan oli Paling keras bila dibandingkan dengan baja ST 60 non perlakuan, pendinginan udara dan oli. Kekerasannya paling rendah bila di bandingkan dengan besi cor non perlakuan ,pendinginan udara dan oli
Pendinginan Oli Kekerasannya lebih besar di bandingkan dengan S T 40 Pendingianan udara dan non perlakuan tapi lebih ulet dibandingkan pendinginan air Kekerasannya lebih besar di bandingkan dengan ST 60 Pendingianan udara dan non perlakuan tapi lebih ulet dibandingkan pendinginan air Kekerasanya lebih besar bila dibandingkan dengan besi cor pendinginan air dan non perlakuan tapi lebih ulet dibandingkan pendinginan udar
4. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi :
a. Nilai rata-rata kekerasan besi cor non perlakuan 53.66 skala HRA dan nilai kekerasan baja ST 60 non perlakuan 54.83 skala HRA,artinya nilai kekerasan baja cor non perlakuan lebih kecil daripada nilai kekerasan baja ST-60 non perlakuan.
b. Nilai rata-rata kekerasan besi cor pendinginan air 52.23 skala HRA dan nilai kekerasan baja cor pendinginan oli 74.33 skala HRA,artinya nilai kekerasan baja cor pendinginan oli lebih besar dari pada air
5. Penyimpangan-penyimpangan ini dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut :.
a. Kekurang telitian praktikan dalam melihat nilai kekerasan yang terlihat pada Rockwell tester.
b. Kekurang telitian praktikan dalam melihat waktu pada saat dilakukan gaya penekanan pada material. Kurang ratanya atau kurang halusnya permukaan material pada saat mengamplas sehingga terjadi perbedaan distribusi gaya yang diterima pada permukaan material.
c. Jarak identitor penetrasi dengan berikutnya terlalu dekat, sehingga nilai kekerasannya kurang tepat. Oleh karena itu jarak antara diameter indentor yang satu dengan yang lain harus minimal 3 (tiga) kali diameter indentor
d. Kurang ratanya atau kurang halusnya permukaan material pada saat mengamplas sehingga terjadi perbedaan distribusi gaya yang diterima pada permukaan materia
1.5 KESIMPULAN DAN SARAN
1.5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan analisa data, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :
a. Heat treatment adalah proses pendinginan dan pemanasan yang terkontrol terhadap logam, yang disesuaikan dengan tujuan pemakaiannya.
b. Tujuan dari heat treament antara lain :
1. Untuk mempersiapkan material untuk pengolahan berikutnya.
2. Mempermudah proses machining.
3. Untuk mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan energi.
4. Memperbaiki sifat keuletan material dan kekuatan material, dimana dalam hal ini merupakan fungsi dari kandungan karbon yang terkandung dalam material.
5. Meningkatkan kekerasan dan tegangan tarik.
c. Pendinginan yang cepat akan meningkatkan kekerasan sedangkan pendinginan lambat kekerasannya kurang optimal.
d. Proses-proses dalam Heat treatment pada suatu material antara lain :
1. Untuk memperbaiki sifat kekerasan material ( hardening ) :
1) Surface Hardening(pengerasan permukaan)
1. Dengan penambahan zat
a. Karburasi
b. Nitriding
c. Karbonitriding
d. Sianiding
e. Chromizing
f. Siliconizing
g. Boronizing
2. Tanpa Penambahan Zat
a. Flame Hardening
b. Induction Hardening
c. Laser and Electron Beam Hardening
2) Quenching
Untuk memperbaiki sifat keuletan material ( softening ) :
a. Anneling
b. Normalizing
c. Tempering
e. Dari data hasil percobaan didapat nilai kekerasan :
1. Baja ST 40 non perlakuan > perlakuan air > perlakuan oli > perlakuan udara
2. Baja ST 60 non perlakuan > perlakuan air > perlakuan oli > pelakuan udara
3. Besi cor perlakuan air > perlakuan oli > non perlakuan > perlakuan udara
1.5.2 Saran
1. Waktu dan temperatur setiap material supaya diperhatikan selama proses Heat Treatment.
2. Pada saat proses pendinginan setelah heat treatment, supaya diperhatikan temperatur setiap perlakuan pada material tersebut.
3. Sebelum digunakan, alat harus dikalibrasi terlebih dahulu agar hasil sesuai dengan standar.
4. Perhatikan juga proses pengukuran dan kehalusan permukaan benda saat proses pengamplasan.
5. Praktikan seharusnya sungguh–sungguh dalam pelaksanaan praktikum, teliti dalam pengamatan dan cermat dalam pengukuran maupun perhitungan
6. Praktikan harus jeli dan teliti serta harus mengingat spesimen yang sedang diamati sehingga tidak terjadi kekeliruan atau tertukarnya spesime
DAFTAR PUSTAKA
1. Modul A Heat Treatment Laboratorium Metalurgi Teknik Material
2. B.H. Amstead. Teknologi Mekanik.1992
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Perlakuan_panas
4. Arifin Syamsul. Ilmu Logam Jilid 1. Halaman
5. Amani Hari dan Daryanto. Ilmu Bahan . Halaman
6. B.H. Amstead, Philip F Ostwald dan Myron L. Brgman, Teknologi Mekanik jilid I, 1981
7. Prof. Y. Lakhtin.Engineering Physical Metallurgy.1977)
8. William J Callister, jr, Materials Science and Engineering edisi V
9. Rajan T.V., C.P. Sharma dan Ashok Sharma Heat Treatment Principles And Techniques.
10. William D. Callister. Materials Science And Engineering
11. Adhy Prayitno, Ismet Inonu .Pengaruh Perbedaan Waktu Penahanan Suhu Stabil Terhadap Kekerasan.1999
12. Ashok Sharma, Heat Treatment Principles and Techniques
13. Sidney H Avner, Introduction To Physical Metallurgy)
14. http://www.asosiasi-politeknik.or.id/…/2-7-2002-4.gif
15. www. Cfthermal.com
16. http://heatreaters-engineers.com/images/Liquid Nitriding Plant.html
17. D. Landau, Fatigue of Metals, The Nitrollopy corp.,1942
18. http://sandblastingabrasives.com/boron-carbides60.html
19. http://www.vaporkote.com
20. http://sgdmaterial.com/pelapisan-baja-tipe-st-37-dengan-nano-powder-pack-boron-karbida.html & http://rakacahya.blogspot.com/2009_06_01_archive.html
21. H Avner, Introduction To Physical Metallurgy
22. http://www.sdsc.edu/tmf/Vis98Notes/SffForSciVis.html
23. http://heatreaters-engineers.com/images/chomizing.html
24. Richard A Little, Metalworking Tecnology
25. http://www.sdsc.edu/tmf/Vis98Notes/SffForSciVis.html
26. http://www.info.lu.laser beam hardening.edu
27. http://www.info.lu.farmingdale.edu
28. Callister Jr. William D. 1994. Material Science and Engineering edisi V
29. Van Vlack, Lawrence H. 1994. Ilmu dan Teknologi Bahan
30. http://www.sdsc.edu/tmf/Vis98Notes/SffForSciVis.html
31. http://www.industrialheating.com/Articles/Column
32. http://www.rpdrc.com
33. Referensi : Smallman,R.E, Bishop,R.J. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material.1995.hal:300
34. http://www.rpdrc.com
35. http://www.fecrco.com/magnetic-property-of-high
36. http://www.sargeantandwilbur.com/water.htm
37. http://www.witchblades.com/making/jelly8.html
38. http://www.nitrofreeze.com/eta_carbide.html
39. http://www.google.co.id/imglanding?q=Polimer+Quench
40. Richard A Little, Metalworking Technology
41. Ashok Sharma, Heat Treatment Principles and Techniques
42. http://www.info.lu.farmingdale.edu
43. William D. Callister. Materials Science And Engineering.
44. Teknologi Mekanika
45. http://www.kueps.kyoto-u.ac.jp.htm
46. http://www.durferrit.de
47. http://info.lu.farmingdale.edu/depts/met/met205
48. T Layman editor Amercan society for metal.metal handbook 1948
49. Sumber: William D. Callister. Materials Science And Engineering edisi VII
50. http://www.scielo.br
51. http://www.mdru.ubc.ca
52. http://info.lu.farmingdale.edu/depts/met/met205/
53. Sidney A Havner,Introduction To Physical Metallurgy
54. Richard A Little, Metalworking Technology
55. solution treatment, holding time, quenching, dan Aging
56. http://asroni-asbak.blogspot.com/2010/02/perlakuan-panas_5597.html
57. Laboratorium Metalurgi Fisik Jurusan Teknik Fakultar Teknik UNDIP
58. Sumber: http:www.google.com/Quenching+air+garam)
1.1 PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
Baja karbon mempunyai nilai kekerasan yang berbeda bergantung pada kadar karbon pada suatu baja. Namun, pada kadar karbon yang sama juga bisa mempunyai nilai kekerasan yang berbeda. Hal tersebut dapat terjadi akibat proses manufacturing yang berbeda-beda pada baja kadar karbon sama. Sehingga, kita perlu mempelajari fenomena-fenomena pengerasan baja karbon agar kita bisa mendapatkan baja karbon sesuai dengan spesifikasi yang kita inginkan.
Pada logam lain juga dapat mengeras jika diberi suatu perlakuan tertentu.
Suatu logam dapat berubah kekerasannya akibat dari faktor-faktor penentu kekerasan logam itu juga sehingga kita perlu memahami faktor penetu kekerasan logam tersebut. Praktikan juga dituntut untuk memahami mekanisme dan fenomena precipitation hardening pada paduan Al-Cu untuk mengetahui perubahan kekerasan pada logam tersebut apabila diberiheat treatment [1]
1.1.2 Tujuan Praktikum
1. Menentukan pengaruh proses pemanasan terhadap kekerasan
2. Menentukan kekerasan dari suatu material yang sesuai dengan kebutuhan.
3. Mendapatkan sifat mekanik material yang diinginkan.
4. Mengetahui pengaruh pendinginan dengan berbagai perlakuan dengan media udara, air dan oli.
5. Mengetahui macam-macam proses heat treatment.
6. Mengetahui berbagai aplikasi heat treatment dalam bidang industri. [2]
1.1.3 Manfaat
1. Dapat mengetahui sifat mekanik material yang diinginkan dengan malakukan Heat Treatment
2. Dapat menentukan kekerasan dari suatu material yang sesuai dengan kebutuhan
3. Dapat Mengetahui sifat kekuatan dan keuletan material
4. Dapat Mengetahui macam-macam proses heat treatment suatu material
5. Dapat Mengetahui berbagai aplikasi heat treatment dalam bidang industri.
6. Dapat Mengetahui pengaruh pendinginan dengan berbagai perlakuan dengan media udara, air dan oli.[2]
1.2 DASAR TEORI
1.2.1 Pengertian Heat Treatment
Heat Treatment merupakan proses pengubahan sifat logam, terutama baja, melalui pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan dan pengaturan laju pendinginan. Heat treatment merupakan mekanisme penguatan logam dimana logam yang akan kita ubah sifatnya sudah berada dalam kondisi solid. Dalam heat treatment kita memanaskan specimen sampai dengan temperature austenisasinya. [3]
Tujuan dari heat treatment adalah :
1. Mempersiapkan material untuk pengolahan berikutnya.
2. Mempermudah proses machining.
3. Mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan energi.
4. Memperbaiki keuletan dan kekuatan material
5. Mengeraskan logam sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat.
6. Menghilangkan tegangan dalam.
7. Memperbesar atau memperkecil ukuran butiran agar seragam.
8. Menghasilkan pemukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.
Dalam pengujian ini hanya dilakukan untuk menentukan kekerasan dari suatu material. Kekerasan sendiri adalah suatu sifat mekanis yang berkaitan dengan kekuatan (strength) dan merupakan fungsi dari kandungan karbon dalam logam.
Pembentukan sifat-sifat dalam baja tergantung pada kandungan karbon, temperatur pemanasan, sistem pendinginan, serta bentuk dan ketebalan bahan.
1. Pengaruh unsur karbon
Kekerasan baja ini tergantung dari pada jumlah karbon yang terkandung di dalam baja, dimana makin tinggi prosentase karbonnya makin keras baja. Berdasarkan kandungan karbonnya, baja dapat dikelompokkan menjadi :
a. Baja karbon rendah (low carbon steel) yang mengandung karbon kurang dari 0.3%
b. Baja karbon sedang (medium carbon steel) yang mengandung karbon 0.3%-0.7%
c. Baja karbon tinggi (high carbon steel) kandungan karbon sekitar 0.7%-1.3%. [4]
2. Pengaruh suhu pemanasan
Baja karbon rendah dipanaskan diatas titik kritis atas (tertinggi). Seluruh unsur karbon masuk ke dalam larutan padat dan selanjutnya didinginkan. Baja karbon tinggi biasanya dipanaskan hanya sedikit diatas titik kritis terendah (bawah). Dalam hal ini, terjadi perubahan perlit menjadi austenit. Pendinginan yang dilakukan pada suhu itu akan membentuk martensit. Juga sewaktu kandungan karbon diatas 0,83% tidak terjadi perubahan sementit bebas menjadi austenit, karena larutannya telah menjadi keras. Sehingga perlu dilakukan pemanasan pada suhu tinggi untuk mengubahnya dalam bentuk austenit. Lamanya pemanasan bergantung atas ketebalan bahan tetapi bahan harus tidak berukuran panjang karena akan menghasilkan struktur yang kasar..[5]
3. Pengaruh pendinginan
Jika baja didinginkan dengan kecepatan minimum yang disebut dengan kecepatan pendinginan kritis maka seluruh austenit akan berubah ke dalam bentuk martensit. Sehingga akan dihasilkan kekerasan baja yang maksimum. Adapun kecepatan pendinginan kritis adalah bergantung pada komposisi kimia baja. Kecepatan pendinginan tergantung pada pendinginan yang digunakan. Untuk pendinginan yang cepat digunakan larutan garam atau soda api yang dimasukkan ke dalam air. Sementara itu, untuk pendinginan yang sangat lambat digunakan embusan udara secara cepat melalui batas lapisannya. [5]
4. Pengaruh bentuk
Baja cair bila didinginkan melai membeku pada titik-titk inti yang cukup banyak. Atom-atom yang tergabung dalam kelompok di sekitar suatu inti cenderung memiliki letak yang serupa. Ukuran butir tergantung pada beberapa factor anatara lain laju pendinginan sewaktu pembekuan. Baja dengan butiran yang kasar kurang tangguh dan kecenderungan untuk distorsi. Besar butir dapat dikendalikan melalui komposisi pada waktu proses pembuatan , akan setelah baja jadi dapat dikendalikan melalui perlakuan panas.[6]
5. Pengaruh ketebalan bahan
Pengaruh ketebalan bahan terhadap lama pemanasan atau penahanan pada suhu tertentu adalah semakin tebal bahan yang akan di heat treatment maka semakin lama waktu penahanan yang diperlukan.
Tabel 1.1 Pegaruh ketebalan bahan [7]
Diameter (Thickness) of tool (mm) Holding time (hours)
Up to 20 1.0
21-40 1.5
41-60 2.0
Over 60 2.5
Dari penjelasan di atas, secara umum pemanasan pada baja dapat dibuat skema transformasi dekomposisi austenite seperti pada Gambar 1.1 di bawah ini.
Gambar 1.1 Transformasi yang Melibatkan Dekomposisi Austenit [8]
Selain karbon, pada besi dan baja terkandung Si, Mn, dan unsur pengotor lain seperti P, S, dan lain-lain. Unsur-unsur tersebut tidak berpengaruh besar terhadap diagram fasa seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2, sehingga diagram fasa dapat dipergunakan tanpa menghiraukan adanya unsur-unsur tersebut. Paduan besi karbon terdapat fasa karbida yang disebut sementit dan grafit, grafit lebih stabil daripada sementit.
Gambar 1.2 Diagram Fasa Besi-Karbon [9]
Titik penting dalam diagram fasa ini adalah :
A : Titik cair besi
B : Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan titik peritetik
H : Larutan padat alpha yang ada hubungannya dengan reaksi peritetik
J : Titik peritetik selama pendinginan austenit pada komposisi j fasa gamma terbentuk pada larutan padat pada cairan dan komposisi pada komposisi B
N : Titik transformasi dari titik alpha menjadi titik gamma. Titik transformasi dari titik A4 dari besi murni
C : Titik eutetik selama pendinginan fasa gamma dengan komposisi C dan sementit pada komposisi f terbentuk dari cairan pada komposisi C. Fasa ini disebut deleburit
E : Titik yang menyatakan fasa gamma ada hubungannya dengan titik eutetik.
G : Titik transformasi dari alpha menjadi gamma. Titik transformasi A3 untuk besi
P : Titik yang menyatakan ferit, fasa alpha ada hubungannya dengan reaksi eutektoid
S : Titik eutektoid selama pendinginan ferrit pada komposisi alfa dan sementit pada komposisi terbentuk simultan dari austenit pada komposisi s. Reaksi eutektoid ini dinamakan transformasi A1 dan fasa eutektoid ini dinamakan ferrit.
A2 : Titik transformasi megnetik untuk besi atau ferit
A3 : Titik transformasi magnetic untuk sementit
Dalam heat treatment yang terjadi pada baja terdapat fasa-fasa yang dialami oleh baja itu sendiri pada saat proses berlangsung. Fasa pada baja dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 1.2 Tabel Fasa pada Baja [10]
Fasa dan Simbol Struktur Penjelasan
MENURUT KRISTAL Austenit ()
FCC Paramagnetik dan stabil pada temperatur tinggi, titik mulur jelas, tidak getas pada saat dingin.
Ferit ()
BCC Stabil pada temperatur rendah, kelarutan padat terbatas, dapat berada bersama Fe3C (sementit) atau lainnya, titik mulur jelas, getas pada temperatur rendah.
Bainit ()
BCC Austenit metastabil didinginkan dengan laju pendinginan cepat tertentu, terjadi hanya presipitasi Fe3C, unsur paduan lainnya tetap larut.
Martensit (’) BCT Metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat, semua unsur paduan larut dalam keadaan padat.
MENURUT KEADAAN Perlit
Lapisan ferit dan Fe3C.
Widmanstaetten
dan dalam orientasi pada presipitasi ferit
Dendrit
Berbentuk cabang-cabang seperti pohon, struktur ini terbentuk karena segregasi karbon pada pembekuan
Sorbit
Sorbit adalah perlit halus
Trosit trosit adalah bainit. Nama ini tidak bnayak dipakai.
Catatan: FCC = Face Centered Cubic
BCC = Body Centered Cubic
BCT = Body Centered Tetragonal
1.2.2 Jenis-Jenis Heat Treatment
Heat treatment untuk baja terdiri dari dua proses utama, yaitu:
I. Hardening
Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat. Untuk proses ini dilakukan dengan input panas dan transfer panas dalam waktu pendek. Tujuan hardening untuk merubah struktur baja sedemikian rupa sehingga diperoleh struktur martensit yang keras. Prosesnya adalah baja dipanaskan sampai suhu tertentu antara 770-830º C (tergantung dari kadar karbon) kemudian ditahan pada suhu tersebut, beberapa saat kemudian didinginkan secara mendadak dengan mencelupkan dalam air, oli atau media pendingin yang lain. Dengan pendinginan yang mendadak, tidak ada waktu yang cukup bagi austenit untuk berubah menjadi perlit dan ferit atau perlit dan sementit. Pendinginan yang cepat menyebabkan austenit berubah menjadi martensit. Hasilnya keuletan tinggi.[11]
Di dalam hardening baja hipoeutectoid dipanaskan 30-50 oC diatas upper critical temperatur, sementara baja hypereutectoid dipanaskan 30-50 oC diatas lower critical temperatur. Tergantung pada ketebalan dari komponen, baja ditahan pada temperatur ini untuk waktu yang diperlukan dan kemudian didinginkan pada media pendinginan yang sesuai seperti udara, brine, oil dan udara.
Baja hypoeutectoid terdiri dari ferrit dan peaalit sementara baja hypereutectoid terdiri dari pearlit dan cementit. Saat memanaskan diatas temperatur kritis, strukturnya terdiri dari unsur pokok tunggal dinamakan austenit. Saat pendinginan cepat, austenit berubah menjadi unsur pokok mikro dinamakan maartensit. Martensit mungkin disebut solusi titik jenuh dari karbon pada α-iron dimana sangat kuat dan rapuh. Kekerasan pada baja akibat dari martensit. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar 2.3. dimana di dalam gambar itu diterangkan tentang hubungan antara kandungan karbon dengan temperatur kekerasan pada baja.
Gambar 1.3. Temperature hardening pada baja [12]
Menurut proses pengerasannya hardening dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Surface hardening
Surface hardening adalah proses pengerasan material pada permukaan bahan. Secara garis besar surface hardening dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu surface hardening dengan penambahan zat dan surface hardening tanpa penambahan zat.
A. Surface hardening dengan penambahan zat
Surface hardening dengan penambahan zat dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Karburasi
Karburasi adalah cara pengerasan agar baja yang memiliki kadar karbon rendah menjadi keras pada lapisan luar atau memiliki kadar karbon tinggi pada lapisan luarnya. Biasanya suhu pada proses karburasi adalah 1700o F. Setelah proses pendinginan maka pada permukaan baja dapat dilihat dengan mikroskop bahwa terdapat bagian-bagian hypereutektoid, zona yang terdiri dari perlit dengan jaringan sementit yang putih, diikuti zona eutektoid, hanya terdiri dari perlit, dan terakhir adalah zone hypoeutektoid, yang terdiri dari perlit dan ferrit, dimana jumlah ferrit meningkat hingga pusat dicapai (gambar 2.4).
Gambar 1.4 Permukaan Baja Setelah Proses Pendinginan [13]
Metode ini sering digunakan untuk mengeraskan permukaan baja. Pada metode ini digunakan baja dengan kandungan karbon rendah sekitar 0,10% sampai 0,25%. Pada umumnya karburisasi terjadi pada suhu 900-930C dan permukaan baja dan menghasilkan 0,7-0,9% kandungan karbon pada permukaan baja. Pada proses ini karbon berbaur dengan baja melalui pemanasan dan menjaga kontak antara baja dengan zat berkarbon lain yang dapat berbentuk padat, cair atau gas. Tebal lapisan tergantung pada waktu dan suhu perlakuan panas. Proses yang terjadi adalah membuat kontak antara material yang kaya akan karbon dengan dengan logam yang akan dikeraskan. Atom-atom karbon tertarik dan berpindah dari material yang kaya akan karbon menuju permukaan logam. Karburasi sendiri terdiri dari beragam cara antara lain karburasi padat, karburasi cair dan karburasi gas. [9]
Gambar 1.5 Grafik hubungan antara kekerasan dan kandungan karbon pada saat karburisasi(a)Non- alloyed steel (En 32), (b)C-Mn steel (En 201), (c)Ni-Cr steel (En351) [9]
1. Karburasi Padat
Karburasi padat (pack carburizing) adalah salah satu bentuk karburasi yang telah dikenal sejak lama. Dalam proses ini baja mengalami pemanasan dengan menggunakan 80% batu bara dan 20% BaCO3 sebagai nergy dalam kotak pemanas dan dipanaskan pada suhu 930C dalam kotak pemanas elektrik dengan waktu tertentu tergantung pada kedalaman yang diinginkan.
Temperatur yang tinggi pada alat tersebut membantu penyerapa karbon pada lapisan luar. Reaksi yang terjadi :
1. Penguraian nergy untuk memberikan gas CO pada permukaan baja
BaCO3 BaO + CO2
CO2 + C 2CO
2. Karbon monoksida bereaksi dengan permukaan baja
2CO + Fe Fe(c) + CO2
3. Karbon berdifusi ke dalam baja
4. CO2 yang terbentuk dalam tahap (i) bereaksi dengan ‘C’ pada batubara
CO2 + C 2CO
Pada umumnya waktu karburasi bervariasi antara 6 sampai 8 jam dan kedalamannya antara 1-2 mm. Pada proses ini hasilnya bergantung pada kualitas batu bara. Pada proses ini kontrol suhu dan kedalaman lebih kecil daripada karburisasi cair dan gas.
1) Kelebihan sistem karburasi ini adalah
1. Memerlukan biaya yang kecil
2. Sangat mudah dari pada teknik surface hardening yang lain.
2) Kekurangannya sistem karburasi ini adalah
1. Memakan waktu yang cukup lama
2. Merupakan proses hardening yang kotor.
Gambar 1.6 Proses Pack Carburizing [14]
Gambar 1.7 Penyusunan Benda pada Pelaksanaan [9]
2. Karburasi Gas
Karburasi gas (gas carburizing). Metode ini adalah karburasi yang paling sering digunakan. Proses ini dilakukan pada tabung kimia, pendingin tertutup, atau tungku pemanas dengan pendorong kontinu. Suhu gas untuk karburasi sekitar 870-950 C. Gas tersebut dihasilkan dari cairan (metanol, isopropanol) atau gas hidrokarbon (propana dan metana). Generator gas endotermik digunakan untuk menghasilkan gas endotermik. Senyawa propana atau metana akan terpecah oleh udara pada tabung kimia pada generator endogas untuk membentuk gas penghubung, dimana titik pengembunannya diatur pada +4C dengan rasio gas yang tepat. Komposisi gas tersebut:
Nitrogen 40%
Hidrogen 40%
Karbon monoksida 20%
Karbon dioksida 0,3%
Metana 0,5%
Uap air 0,8%
Oksigen sisanya
Gas tersebut merupakan gas penghantar dalam proses ini.
Tungku pemanas dipenuhi oleh gas tersebut sampai bertahan pada tekanan positif. Keadaan ini akan mencegah infiltrasi udara dari atmosfer. Gas ini juga mencegah oksidasi baja selama pemanasan.
Selama karburasi gas, reaksi yang berlangsung adalah:
(i) C3H8 2CH4 + C (pemecahan hidrokarbon)
(ii) CH4 + Fe Fe(c) +2H2
(iii) CH4 + CO2 2CO +2H2
(iv) 2CO + Fe Fe(c) + CO2
Karburasi terjadi sebagian besar meliputi konversi CO menjadi CO2 pada reaksi (iv). Hidrogen bereaksi dengan CO2 dan meningkatkan konsentrasi CO dengan reaksi:
H2 + CO2 CO + H2O
Oksigen (O2) dihasilkan dari reaksi:
2CO 2CO + O2
2CO + Fe Fe(c) + O2
Gambar 1.8 Proses Gas Carburizing [15]
Gambar 1.9 Tungku Karburasi Gas [15]
Gas digunakan sebagai bahan perantara yang sesuai untuk karburasi yang dilakukan terus menerus. Hal itu akan menghasilkan suatu lapisan yang tebalnya sekitar 1 mm dan memerlukan waktu sekitar 4 jam. Selama karburasi, peralatan dimasukkan ke dalam dapur pemanas yang dipanaskan dengan gas karbon yang sesuai. Kandungan karbon di dalam lapisan komponen dapat dikontrol dengan mengatur komposisi gas untuk karbonasi. Pelaksanaan karbonasi yang memerluakan waktu lama akan menyebabkan terjadi pertumbuahan butir-butir baru, kecuali kalau baja disepuh dengan perantaraan nikel.
Peralatan yang dikarbonasi dengan perantaraan perlakuan panas dan menghasilkan butiran-butiran adalah suatu baja yang akan mempunyai lapisan sekitar 0.83% karbon dan intinya sekitar 0.15% karbon. Secara berangsur-angsur butiran akan berpindah dari lapisan luar ke arah inti sekitar 0.5 mm. Suhu perlakuan panas untuk inti akan lebih tinggi daripada suhu untuk lapisan, sehingga pengerjaan lapisan pada inti dilakukan secara terpisah. [9]
3. Karburasi Cair
Karburasi cair (liquid carburizing) menggunakan larutan sianida (CN) pada baja berkarbon rendah yang dipanaskan dengan menggunakan belanga pemanas yang dipanaskan dengan minyak atau gas. Suhunya kira-kira 815-900 C. Proses yang dilakukan dengan kontinu dan otomatis akan memberikan hasil akhir yang baik. Permukaan larutan ditutup dengan grafit atau batu bara untuk mengurangi hilangnya radiasi dan dekomposisi sianida yang berlebihan. Selain sodium dan potassium sianida, larutan yang digunakan juga mengandung sodium dan potassium klorida dan barium klorida yang berperan sebagai aktivator. Reaksi pada larutan garam sianida:
BaCl2 + 2Na CN Ba(CN)2 + 2NaCl
Ba(CN)2 + Fe Fe(c) + BaCN2
Difusi nitrogen berguna untuk oksidasi sianida (CN) menjadi CNO. Pada karburasi cair, jangka waktu pemanasannya pendek dan perambatan panasnya cepat. Proses ini menghasilkan lapisan karburisasi yang merata, tipis dan jernih (ketebalannya 0,08mm). Akan tetapi, proses ini memerlukan pengawasan dan kehati-hatian untuk mencegah peledakan.
Gambar 1.10 Diagram Karburasi [9]
Kelebihan :
1. Karena cairan mentransfer panas dengan cepat maka karbon yang ditambahkan juga lebih cepat.
2. Pengerasan yang dihasilkan lebih merata.
Kekurangan :
1. Beberapa nitrogen terserap bersama-sama dengan karbon dan menyebabkan pengerasan mendadak.
2. Material harus dikeringkan setelah proses ini untuk menghindari korosi, hal tersebut memakan waktu dan biaya. [9]
b. Nitriding
Proses nitriding adalah proses pengerasan permukaan pada atmosphere yang mengandung campuran gas ammonia dan dissociated ammonia. Efektivitas dari proses ini tergantung pada formasi nitride dalam baja oleh reaksi nitrogen dengan unsur material. Nitrogen harus diubah menjadi atom-atom karena molekul nitrogen tidak akan bereaksi. Suhu dinaikkan antara 925F-1050F selama 10-72h. Nitrogen yang diserap oleh logam membentuk nitride yang keras yang merata pada permukaan logam.
Baja nitriding terjadi karena pengaruh unsur paduan tertentu lebih kuat daripada baja biasa dan lebih mudah perlakuan panasnya. Nitriding adalah proses yang paling efektif untuk baja campuran yang mengandung elemen pembentuk nitrida stabil seperti alumunium, chromium, molybdenum, vanadium, dan tungsten. Logam dipanaskan sampai sekitar 510o C di dalam lingkungan gas amonia selama beberapa waktu.
Nitrogen yang diserap oleh logam membentuk nitrida yang keras yang tersebar merata pada permukaan logam. Logam paduan khusus yang dibuat untuk proses ini. Aluminium sebanyak 1–1,5 %, berkombinasi dengan gas membentuk partikel yang stabil dan keras. Suhu pemanasan berkisar antara 495-565o C. Reaksi yang berlangsung :
2NH3 2[N]Fe + 3H2
Nitriding diaplikasikan untuk mengeraskan permukaan poros poros baja , selain itu juga diaplikasikan dalam pembuatan ring piston karena dapat meningkatkan ketahanan komponen dengan menunda kerusakan lapisannya
Gambar 1.11 Tungku nitriding cair [16]
Gambar 1.12 Dapur Nitriding [9]
Gambar di atas menggambarkan seperti apa tempat yang dipakai proses nitriding beserta alur kerjanya.
Proses nitriding cair ( liquid nitriding ) menggunakan garam sianida cair dan suhunya ditahan didaerah transformasi. Penyerapan nitrogen lebih mudah sedangkan penyerapan karbon lebih sedikit dibandingkan dengan proses cyaniding atau karburasi. Pengerasan dapat mencapai ketebalan 0,03 – 0,3 mm.
Pada proses nitriding terbentuk lapisan permukaan yang sangat keras dengan kekerasan antara 900–1100 brinell. Baja nitriding karena pengaruh unsur paduan tertentu lebih kuat dari pada baja biasa dan lebih mudah perlakuan panasnya. Sebaiknya jenis ini dibentuk dan mengalami perlakuan panas sebelum nitriding karena selama nitriding tidak terbentuk kerak. Perlakuan nitriding tidak mempengaruhi struktur dan sifat–sifat bagian dalam karena tidak diperlakukan pencelupan. Perlakuan luar tahan korosi, khususnya dalam air, kabut air garam, alakali, minyak kasar atau gas alam. Kelebihannya permukaan material yang diproses nitriding akan lebih tahan terhadap korosi, kemungkinan terjadinya distorsi atau retak kecil sekali sedangkan kekurangannya proses ini memakan biaya yang mahal dan berjalan dengan lambatorsi.
Nitriding tidak seperti carburizing, tidak memerlukan quenching untuk mendapatkan kekerasan. Nitriding adalah proses yang paling efektif untuk baja campuran yang mengandung elemen pembentuk nitrida stabil seperti alumunium, chromium, molybdenum, vanadium dan tungsten. Proses ini tidak menghasilkan kerak dan tidak mempengaruhi struktur dan sifat-sifat bagian dalam karena tidak diperlakukan pencelupan. Dari gambar di bawah dapat kita lihat pengaruh dari nitrit.
Gambar 1.13 effek Nitriding [17]
Kelebihan:
1. Mempunyai resistensi fatigue (kelelahan)
2. Permukaan material yang diproses nitriding akan lebih tahan terhadap korosi
3. Kemungkinan terjadinya distorsi sangat kecil.
Kekurangan:
1. Prosesnya lambat
2. Biayanya sangat mahal. [17]
c. Boronizing
Boronizing adalah salah satu metode surface hardening baru. Ada dua macam tehnik boronizing, yaitu dengan boronizing padat dan gas. Untuk boronizing padat, komponen ditempatkan di dalam kotak tahan panas dan dicampur dengan butiran atau pasta boron karbida atau senyawa boron lain dengan tambahan katalis pada suhu 900-1000C. Boron berdifusi ke dalam dan membentuk lapisan besi borid (FeB dan Fe2B). Pada permukaan paling luar akan terbentuk lapisan FeB dan pada bagian dalamnya terbentuk fase Fe2B. Lapisan borid sangat keras, kekerasannya dapat mencapai lebih dari 1500 VPN. Lapisan ini memiliki resistansi tinggi, dan digunakan untuk kompenen traktor, cetakan drop forging, dan jig buses. [9]
Gambar 1.14 Borron carbide abrasive garade 60 sd 120 [18]
Gambar 1.15 Boronized Trimming Wheel for Tobacco Processing [19]
Kelebihan :
1. Material hasil boronzing sangat keras memiliki resistensi tinggi ,case depth 0.025-0.075 mm
2. Wear resistance , biasa digunakan sebagai tool dan die steel
3. Memiliki ketahanan korosi
Kekurangan :
1. Waktu prosesnya lama
2. Lapisan terluarnya labil dan gampang terkelupas [20]
d. Carbonitriding
Carbonitriding adalah kombinasi antara gas carburizing dan nitriding. Carbonitriding, sianida kering atau nikarbing adalah suatu proses pengerasan permukaan di mana baja dipanaskan di atas suhu kritis di dalam lingkungan gas dan terjadi penyerapan karbon dan nitrogen. Dapat digunakan gas ammonia atau gas yang akan kaya karbon. Amonia dan gas alami dialirkan mengenai material, material yang dihasilkan adalah kombinasi antara besi karbida (dari karbon) dan besi nitrida (dari nitrogen). Lapisan yang tahan aus mempunyai ketebalan antara 0,08 sampai 0,75 mm. Keuntungan carbonitriding adalah bahwa kemampuan pengerasan lapisan luar meningkat bila ditambahkan nitrogen sehingga dapat dimanfaatkan baja yang relatif murah.
Carbonitriding diaplikasikan pada :
- Komponen mesin untuk kendaraan bermotor, antara lain: steering gears, cylinder heads, cylinder liners, valves dan valves quiders, connecting rod
-komponen-komponen mesin perkakas termasuk dies, antara lain: cutting tools (high speed steel), rolling tools, drawing tools, dies casting moulds, forging dies, dan lain-lain.
Gambar 1.16 Proses Carbonitridin [13]
Gambar di bawah ini merupakan contoh material yang telah mengalami proses karbonitriding.
Gambar 1.17 Hasil Karbonitriding [19]
1. Kelebihan, karena dengan adanya nitrogen maka struktur austenit berubah. Perubahan ini menyebabkan penurunan temperatur dan pendinginan yang lambat.
2. Kekurangannya, prosesnya memakan waktu yang lama dibandingkan karburizing [9]
e. Cyaniding
Cyaniding adalah proses dimana terjadi absorbsi karbon dan nitrogen untuk memperoleh permukaan yang keras pada karbon rendah yang sulit dikeraskan. Benda yang dikeraskan dimasukkan ke dalam dapur yang mengandung garam sianida natrium, suhunya sedikit di atas daerah Austenit, lama pemanasan tergantung pada permukaan yang dikeraskan. Benda kemudian dicelupkan ke dalam air untuk mendapatkan permukaan yang keras. Tebal lapisan antara 0.1 mm-0.4mm. Reaksi yang terjadi adalah :
2NaCN + O2 → 2NaCNO
2NaCNO + O2 → Na2CO3 + CO + 2N
2CO → CO2 + C
Karbon dan nitrogen berdifusi dalam bentuk atom-atom ke dalam logam. Untuk ketebalan 0,13mm-0,35mm, dengan penahanan suhu pada 850o C, dibutuhkan konsentrasi sebagai berikut:
NaCN = 30%
NaCl = 35%
Na2CO3 = 35%
Cyaniding biasa diaplikasikan dalam pembuatan baja khusus , salah satu contoh adalah dalam pembuatan austenitic steel yaitu baja yang memiliki struktur mikro berupa austenite pada suhu kamar , hal ini bertujuan untuk memperoleh kekerasan baja yang tinggi.
Gambar 1.18 salt cyaniding [22]
1. Kelebihan, biaya yang dihabiskan tidak mahal karena baja karbon biasa dapat digunakan.
2. Kekurangan, sangat berbahaya karena garam sianida sangat beracun dan berbahaya jika terhirup. [9]
f. Chromizing
Chromizing berbeda dari proses pengerasan yang lain, chromium carbide berdifusi ke dalam logam , mengubah permukaan logam menjadi stainless steel. Stainless steel tersebut mempunyai kekerasan yang tinggi dan koefisien friction (geser) yang rendah. Baja mengandung jumlah nikel yang besar (kira-kira 15 –20%) dan 0,1% karbon mempunyai kekuatan dan keuletan yang besar serta sangat baik ketahanannya terhadap korosi ). Chromizing digunakan untuk meningkatkan daya tahan logam terhadap korosi dan daya tahan logam terhadap panas. Proses ini tidak dibatasi hanya pada logam yang terbuat dari besi tetapi juga pada cobalt, nickel, tungsten, dan molybdenum. Proses chromizing mengandung carbon 0.6%. Temperature pada proses ini biasanya berkisar antara 1650F-2000F. [9]
Chromizing biasa diaplikasikan pada bagian bagian dalam blok mesin seperti pada piston dan di bagian penggerak pada motor seperti pada chain-kit (gear-set) , hal ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan komponen tersebut dari keausan akibat beban fatigue (lelah).
Gambar 1.19 rantai yang telah di chromizing [23]
Kelebihan
1. .material hasil proses akan meningkat daya tahan terhadap korosi
2. material hasil proses akan meningkat daya tahan terhadap panas
3. Proses ini tidak dibatasi hanya pada logam saja
4. Memiliki kekerasan yang tinggi
Kekurangan
1. Proses pengeringannya memerlukan waktu yang lama
2. Membutuhkan temperature pemanasan yang tinggi agar hasil akhir memiliki permukaan yang halus
g. Siliconizing
Siliconizing adalah proses pengerasan permukaan dimana silikon berdifusi pada permukaan dasar logam. Silikon ini menghasilkan tebal lapisan antara 0,005-0,1 inci. Pemanasan dilakukan dalam cairan yang mengandung campuran silikon karbida dan gas chlorine hingga suhunya mencapai 1700-1850o F. Campuran cairan tersebut dimasukkan ke dalam sebuah tank. Bagian yang akan dikeraskan dimasukkan ke dalam sebuah conveyor yang akan melewati tank yang berisi cairan silikon karbida, dan gas chlorine. Tebal lapisan yang terbentuk tergantung pada lamanya pemanasan.[40]
Siliconizing biasa di aplikasikan pada steel needle (jarum baja) , hal ini bertujuan untuk melapisi bagian dalam dan bagian luar nya, pada prosesnya dilakukan pencelupan kedalam conveyor yang berisi silicon karbida.
Kelebihan
1. Memiliki kekerasan yang tinggi
2. Tebal lapisan dapat diatur sesuai keinginan, tergantung dari waktu proses
Kekurangan
1. Silikon ini menghasilkan tebal lapisan antara 0,005-0,1 inci, sehingga akan mengubah dimensi produk
Gambar 1.20 Siliconizing [24]
B. Surface hardening tanpa penambahan zat
Surface hardening tanpa penambahan zat dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Flame Hardening
Flame hardening adalah proses pemanasan permukaan yang menggunakan nyala api oxyacetylene untuk pemanasan permukaan logam. Proses ini hanya dapat dilakukan untuk logam yang mengandung kadar karbon tinggi atau sedang. Dasar penyalaan nyala api sama dengan pengerasan induksi yaitu pemanasan yang cepat disusul dengan pencelupan permukaan tebal lapisan yang mengeras tergantung pada kemampu pengerasan bahan, karena selam pemanasan tidak ada penambahan unsure-unsur lain. Pada alat dipasangkan juga aliran pendingin sehingga setelah suhu yang diinginkan tercapai permukaan langsung disemprot dengan air.
Gambar 1.21 Flame hardening [9]
Dari Gambar 1.21 di atas diperlihatkan 2 metode yang berbeda dalam proses flame hardening yaitu Progresive Flame Hardening (gbr.atas) dan Progresive Spin Hardening (gbr.bawah). Namun masih ada satu metode lagi yaitu Spot Flame Hardening.
Dasar pengerasan nyala adalah sama dengan pengerasan induksi yaitu pemanasan yang cepat disusul dengan pencelupan permukaan tebal lapisan yang mengeras tergantung pada kemampuan pengerasan bahan, karena selama proses pengerasan tidak ada penambahan unsur-unsur lainnya. Pemanasan di lakukan dengan nyala oksiasitelin yang dibiarkan memanasi logam sampai suhu kritis. Pada alat dipasangkan juga aliran pendingin sehingga setelah suhu yang diinginkan tercapai permukaan langsung disemprot dengan air. Bila dikendalikan dengan baik, bagian-bagian dalam tidak terpengaruh. Tebal lapisan yang keras tergantung pada waktu pemanasan dan suhu nyala.
Metode yang umum dilaksanakan pada flame hardening adalah:
1). Pengerasan stasioner : baik nyala maupun benda yang akan dikeraskan keduanya berada dalam keadaan diam, pengerasan bersifat setempat.
2). Pengerasan progresif : Nyala bergerak menuju ke benda yang diam; metode ini berguna untuk mengeraskan bagian yang luas, contohnya gigi dari roda gigi yang besar.
3). Pengerasan spinning : Nyala tetap diam sedangkan benda berotasi Metode ini digunakan untuk pengerasan bagian melingkar.
4). Pengerasan progresif-spinning : Nyala bergerak pada benda yang berputar. Metode ini digunakan untuk mengeraskan permukaan benda melingkar, contohnya rolling.
Proses ini menghasilkan permukaan yang keras dengan inti yang ulet. Benda-benda yang lapisannya besar dapat dikeraskan tanpa memanaskan seluruh benda, tebal lapisan yang dipanaskan dikendalikan dengan baik.
1. Kelebihan, menghasilkan permukaan yang keras dengan cepat dengan mencapai ketebalan antara 1/8-1/4 inch.
2. Kekurangan, tidak bisa diterapkan pada logam yang tipis, hanya dapat digunakan pada baja yang berkarbon tinggi.[9]
Gambar 1.22 Flame Hardening [24]
2. Laser and Electron Beam Hardening
Metode ini dapat digunakan untuk pengerasan secara selektif terhadap logam yang dapat dikeraskan. Laser dan electron beam mempunyai kegunaan yang sama dengan nyala api pada flame hardening atau induksi pada induction hardening. Metode ini hanya dapat digunakan pada baja dengan kandungan karbon dan logam yang dapat di-quenching. Laser dan electron beam digunakan untuk menaikkan suhu permukaan logam yang akan dikeraskan. Ukuran titik pengerasan elektron ialah sekitar 0,010 hingga 0.015 in2. Sedangkan laser mempunyai ukuran yang lebih besar daripada elektron, tetapi tidak lebih besar dari 0,150 in2
Gambar 1.23 Laser Beam Hardenin [22]
Gambar 1.24 Contoh Proses Laser Beam Hardening [26]
Keuntungan metode diatas yaitu:
1. Kita dapat melakukan pengerasan secara selektif , jadi pengerasan hanya diberikan pada bagian bagian yang kita inginkan
Kedua metode diatas mempunyai kekurangan yang sama, yaitu:
1. Biaya peralatan yang mahal
2. Tidak dapat digunakan pada logam-logam yang termasuk high alloys. Metode ini terbatas hanya pada plain carbon steels, low alloy steels dan baja. [27]
3. Induction Hardening
Induction hardening adalah metode yang mirip dengan flame hardening, dengan pengecualian bahwa sumber panasnya adalah sentral listrik di dalam logam oleh sebuah aliran induksi listrik. Yang dapat dikeraskan dengan metode ini adalah konduktor atau semikonduktor. Blok induksi yang berfungsi sebagai kumparan primer transformator ditempatkan di sekeliling benda yang akan dipanaskan. Arus berfrekuensi tinggi yang melewati blok ini akan menimbulkan arus induksi pada permukaan benda. Blok indikator yang mengelilingi permukaan yang dipanaskan dengan saluran air yang berlubang-lubang halus.
Gambar 1.25 Induction hardening [9 dan 27]
Aplikasi proses induction hardening akhir-akhir ini melalui penggunaan arus induksi dalam industri mengalami kemajuan pesat, termasuk penggunaan arus listrik untuk pencairan logam, pengerasan, dan perlakuan panas lainnya. Seperti pemanasan permukaan untuk penempaan, pemanasan untuk sinter, brazing dan perlakuan jenis. Arus bolak-balik berfrekuensi tinggi berasal dari konverter merkuri, osilator spark atau osilator tabung. Frekuensi pada umumnya tidak melebihi 500.000 Hz. Untuk benda yang tipis digunakan frekuensi yang tinggi, sedangkan untuk benda yang tebal digunakan frekuensi yang rendah. Pemanasan induksi memberikan hasil yang cukup baik pada pengerasan permukaan kurkas dan yang harus tahan aus. Berbeda dengan pengerasan permukaan biasa, disini susunan kimia baja tidak berubah karena pemanasan berlangsung sangat cepat dan pencelupan permukaan tidak berpengaruh pada bagian dalamnya. Pengerasan yang diperoleh melalui pengerasan induksi sama dengan pemanasan biasa dan tergantung pada kadar karbon.
Setelah baja dipanaskan sampai suhu yang tepat disemprotkan air sehingga terjadi proses pencelupan.
1. Kelebihan, kecepatan untuk memanaskan baja sampai kedalaman 3,2 mm hanya beberapa detik saja, permukaan logam bebas kerak, distorsi minimal, dan bisa digunakan pada material yang tipis.
2. Kekurangan, hanya dapat digunakan pada logam yang bersifat konduktor atau yang semikonduktor. [9]
2. Quenching
Quenching adalah proses pendinginan secara cepat setelah mengalami pemanasan. Untuk mengilustrasikan sebuah kurva pendinginan dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Gambar 1.26 Typical cooling curve for a small cylinder quenched [13]
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat tiga tingkatan pendinginan, yaitu:
1. Vapor-blanket Cooling stage
Tahap pertama, suhu logam sangat tinggi sehingga medium quenching menguap pada permukaan logam.
2. Vapor-transport Cooling Stage
Proses ini dimulai ketika logam didinginkan pada suhu uap air dan film tidak stabil. Permukaan logam basah oleh medium quenching dan titik didih yang tinggi. Tahapan ini merupakan proses pendinginan yang paling cepat.
3. Liquid Cooling Stage
Proses ini dimulai ketika suhu permukaan logam mencapai titik didih. Tahapan ini merupakan proses yang paling lambat.
Gambar 1.27 Kurva Time Temperature Transformation [28]
Laju reaksi, transformasi isotermal ditunjukan dalam diagram TTT. Pada gambar terlihat data waktu untuk reaksi pada baja eutektoid (AISI-SAE1080). Garis yang terdapat di sebelah kiri menyatakan waktu yang diperlukan untuk memulai dengan dekomposisi. Garis yang terdapat disebelah kanannya menyatakan waktu berakhirnya reaksi γ→ ( α + C ) Garis-garis yang terdapat pada gambar tersebut dinamakan dengan diagram transformasi Isotermal atau diagram T-I. Gambar T-I diperoleh dari : potongan-potongan contoh baja eutektoid yang dipanaskan sampai mencapai suhu austenit dan dibiarkan untuk waktu tertentu agar transformasi ke austenit selesai sepenuhnya. Potongan-potongan sampel kemudian dicelupkan lebih lanjut sampai mencapai suhu ruang. Perubahan γ→ ( α + C ) tidak terjadi pada contoh yang dibiarkan pada suhu 6200C selama kurang dari satu detik, dan transformasi sempurna menjadi α + karbida baru terjadi setelah 10 detik berlalu.
Dengan diagram T-I membuktikan bahwa transformasi austenit berlangsung dengan lambat, baik pada suhu tinggi (dekat suhu eutektoid) maupun suhu rendah . Reaksi yang lamban pada suhu tinggi disebabkan karena tidak cukup pendinginan lanjut yang dapat menimbulkan nukliasi ferit dan karbida baru dari austenit semula.[29]
Menurut media pendinginnya, quenching dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1) Quenching air
Air adalah media yang paling banyak digunakan untuk quenching, karena biayanya yang murah, dan mudah digunakan serta pendinginannya yang cepat. Air khususnya digunakan pada baja karbon rendah yang memerlukan penurunan temperatur dengan cepat dengan tujuan untuk memperoleh kekerasan dan kekuatan yang baik. Air memberikan pendinginan yang sangat cepat, yang menyebabkan tegangan dalam, distorsi, dan retakan. [29]
Gambar 1.28 Quenching dengan Media Air [30]
2) Quenching dengan media oli
Oli sebagai media pendingin lebih lunak jika dibandingkan dengan air. Digunakan pada material yang kritis, antara lain material yang mempunyai bagian tipis atau ujung yang tajam. Karena oli lebih lunak, maka kemungkinan adanya tegangan dalam, distorsi, dan retakan kecil. Oleh karena itu medium olo tidak menghasilkan baja sekeras yang dihasilkan pad medium air. Quenching dengan media air akan efektif jika dipanaskan pada suhu 30-60 derajat Celcius.[29]
Gambar 1.29 Grafik quenching dengan media oli [21]
3) Quenching dengan media udara
Quenching dengan media udara lebih lambat jika dibandingkan dengan media oli maupun air. Material yang panas ditempatkan pada screen. Kemudian udara didinginkan dengan kecepatan tinggi dialirkan dari bawah melalui screen dan material panas. Udara mendinginkan material panas lebih lambat dari daripada medium air dan oli. Pendinginan yang lambat kemungkinan adanya tegangan dalam dan distorsi. Pendinginan udara pada umumnya digunakan pada baja yang mempunyai kandungan paduan yang tinggi. [9]
Gambar 1.30 Quenching media udara [9]
Dari proses quenching juga dapat dihasilkan diagram TTT (time, temperature, transformation), seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 1.31 Diagram TTT Proses Quenching [32]
Diagram tersebut menjelaskan tentang kaitan produk transformasi yang berhubungan dengan waktu dan teperatur. Dari diagram ini jelas bahwa dari dekomposisi austenit dapat diperoleh berbagai variasi struktur pada baja, struktur mungkin terdiri dari 100% perlite kasar, baja bersifat lunak dan ulet, atau martensit penuh, ketika baja bersifat keras dan getas. Karena transformasi baja dapat menghasilkan berbagai sifat maka baja tetap merupakan material konstruksi utama untuk keperluan rekayasa. Adakalanya baja yang akan diproses tidak mempunyai kekerasan yang cukup. Oleh karena itu perlu dilakukan proses hardening. Dengan melakukan hardening maka akan didapatkan sifat kekerasan yang lebih tinggi. Semakin tinggi angka kekerasan maka sifat keuletan akan menjadi rendah dan baja akan menjadi getas. Baja yang demikian tidak cukup baik untuk berbagai pemakaian. Oleh karena itu biasanya atau hampir selalu setelah dilakukan proses pengerasan kemudian segera diikuti dengan tempering [33]
Gambar 1.32 Kurva Quenching Dengan Berbagai Media [32]
4) Quenching dengan media air garam
Gambar 1.33 Quenching media air garam [58]
Air garam adalah media yang sering digunakan pada proses quenching terutama untuk alat-alat yang terbuat dari baja. Beberapa keuntungan menggunakan air garam sebagai media adalah:
a. Suhunya merata pada air garam
b. Proses pendinginan merata pada semua bagian logam
c. Tidak ada bahaya oksidasi, karburisasi, atau dekarburisasi selama proses pendinginan [29]
Gambar 1.34 Beberapa teknik quenching [35]
5) Quenching dengan media brine
Kurva berikutnya berhubungan dengan gulf super-quench oil pada suhu 125º F. Media ini memiliki tahap penguapan yang relatif panjang, dan memasuki tahap mendidih setelah 7 detik, tahap ketiga gulf super-quench oil dicapai setelah 15 detik. [9]
Gambar 1.35 Peralatan untuk quenching dengan media brine [36]
6) Quenching dengan media solusi air dan oli
Kurva berikutnya berhubungan dengan gulf super-quench oil pada suhu 125º F. Media ini memiliki tahap penguapan yang relatif panjang, dan memasuki tahap mendidih setelah 7 detik, tahap ketiga gulf super-quench oil dicapai setelah 15 detik. [9]
Gambar 1.36 Peralatan quenching dengan media campuran oli dan air [36]
7) Cryogenic Quench
Cryogenic atau deep freezing bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada austenit yang tertahan selama quenching. Austenit yang ada akan berubah semuanya.[29]
Gambar 1.37 Cryogenic Quench [37]
8) Polimer Quench
Polimer quench pendinginannnya berada diantara air dan oli, kecepatan pendinginan dapat terpengaruh oleh variasi komponen dalam campuran yang mana tersusun atas air dan glycol polimer. Polimer quench berkemampuan untuk menghasilkan benda kerja dengan tingkat korosi yang rendah dari pada air dan resiko kebakaran yang rendah pada oli. Tapi hasil yang demikian hanya akan diperoleh bila komposisi kimia material quench selalu konstan.
Gambar 1.38 Gambar Polimer Quench [38]
Sesuai dengan diagram medium pendinginan, urut-urutan media pendingin berdasarkan kemampuan menghasilkan kekrasan tertinggi adalah :
1. Air dengan 10% sodium chloride (brine).
2. Larutan garam
3. Air yang mengalir (disemprotkan dengan tekanan tinggi).
4. Oli + air.
5. Oli.
Untuk keseluruhan penggunaan media quenching di atas dapat kita gambarkan diagram I-Tnya (Gambar 2.36). Kurva pendinginan yang didapatkan melalui media yang berbeda di tengah-tengah stainless steel berdiameter 0,5 inci. Kurva yang menjorok ke kiri adalah solusi air asin 10% pada suhu 75o F. Media quenching ini memiliki tingkat penguapan yang sangat pendek yang berlangsung antara satu detik kemudian jatuh dengan cepat pada tahap mendidih, dimana angka pendinginan bergerak sangat cepat. Dan kemudian masuk ke tahap ketiga saat 10 detik. Dengan melihat kurva pendinginan tap water pada 75o F, tahap penguapan lebih lama jika dibandingkan dengan air asin. Tahap ketiga dicapai sekitar 15 detik. Pada kurva media pendingin air garam dapat diperhatikan bahwa pada kurva tersebut memiliki tahapa penguapan yang sangat lambat. Akan tetapi angka pendinginan selama tahap mendidih tidak bergerak secepat yang terjadi pada air asin atau tap water, dan akan mencapai tahap ketiga setelah 10 detik.
Dua kurva selanjutnya berhubungan dengan oli, Garis bertitik adalah Gulf Super-Quench oli pada 125o F dan garis kontinu tipis adalah slow oil. Keduanya menunjukkan tingkat penguapan yang relatif lama. Tahap ketiga dicapai Gulf Super-Quench setelah sekitar 15 detik dan sekitar 22 detik untuk slow oil. Kurva pendinginan terakhir adalah udara tetap pada suhu 82o F tidak pernah keluar dari tahap penguapan dan oleh karenanya menunjukkan angka pendinginan yang sangat lambat. [9]
Gambar 1.39 Kurva pendinginan stainless steel diameter 0,5 inci dan panjangnya 2,5 inci [13]
Angka pendinginan untuk berbagai macam media dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1 .3 Angka pendinginan pada specimen stainless steel berdiameter 0,5 inci dan panjangnya 2,5 inci diquench dari 1500o F [39]
II. Softening
Proses ini merupakan proses heat treatment yang bertujuan untuk melunakkan.
Softening dibagi atas beberapa bagian, yaitu:
A. Annealing
Annealing adalah proses heat treatment dimana bahan mengalami pemanasan sampai temperatur yang sesuai dengan jenis anealling yang akan dilakukan kemudian menahannya pada suhu tersebut (holding time) selama satu jam tiap satu inci dengan pendinginan yang perlahan-lahan. Tujuan dari proses ini adalah pelunakkan sehingga baja yang keras dapat dikerjakan melalui proses permesinan atau pengerjaan dingin.
Tujuannya adalah:
1. Menghilangkan ketidak homogenan struktur
2. Memperhalus ukuran butir
3. Menghilangkan tegangan sisa
4. Menyiapkan struktur baja untuk proses perlakuan panas
Sebagai contoh pada besi cor, annealing mengakibatkan meningkatnya keuletan dan kadang-kadang pelunakan (berkurangnya kekerasan) dipersamakan dengan keuletan.Anealling dapat dibedakan menjadi beberapa bagian berdasarkan perlakuan suhu, fase transformasi dan berdasarkan tempat perlakuannya. Berdasarkan perlakuan suhunya annealing dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, full annealing, partial annealing, dan subcritial annealing. Untuk full annealing, baja dipanaskan di atas suhu kritis (A3) maksimum dan kemudian didinginkan secara lambat. Untuk partial annealing, baja dipanaskan diantara suhu kritis maksimum (A3 or Acm) dan suhu kritis minimum (A1). Sedangkan pada subcritial annealing, baja dipanaskan di bawah suhu kritis (A1), dapat dilihat pada Gambar 2.37 di bawah ini.[9]
Gambar 1.40 Klasifikasi annealing berdasarkan suhu pada annealing
1. Proses Annealing :
Dalam proses annealing, material dipanaskan pada suhu antara 10500 F sampai 13000 F, kemudian didinginkan. Hal tersebut akan menghilangkan tegangan sisa pada material, dan menghilangkan tegangan internal, tetapi tidak semuanya. Proses annealing seringkali digunakan sebagai proses heat treatment lanjutan selama pembuatan material tersebut. Proses annealing dilakukan beberapa kali dengan beberapa proses penarikan. Setelah proses pemotongan kasar dengan mesin, material di-anneal untuk membebaskan tegangan yang diakibatkan oleh pemotongan. Setelah pembebasan tegangan sisa dapat dilanjutkan dengan pemotongan halus yang megakibatkan sedikit tegangan.[9]
Gambar 1.41 Diagram Annealing [40]
2. Tahap-tahap proses Annealing :
a. Recovery
Recovery is a process by which deformed grains can reduce their stored energy by the removal or rearrangment of defects in their crystal structure. Kekurangan ini, dislokasi secara mendasar, dikenalkan oleh deformasi plastis dari material dan bertindak untuk meningkatkan yield strength dari material. Sejak recovery mengurangi the dislocation density proses ini secara normal diikuti dengan reduksi kekuatan material dan meningkat serentak pada keuletan. Sebagai hasil, recovery mempertimbangkan keuntungan atau detrimental tergantung pada the circumstances. Recovery berhubungan dengan proses yang sama dari rekristalisasi dan grain growth. Recovery bersaing dengan rekristalisasi, yang keduanya digerakkan oleh energi yang tersimpan, but is also thought to be a necessary prerequisite for the nucleation of recrystallised grains.
b. Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah sebuah proses yang mana grains yang cacat digantikan dengan set yang baru dari grain yan tidak cacat yang nucleate dan tumbuh sampai grains yang asli dapai dipakai. Rekristalisasi biasanya diiringi oleh reduksi dalam kekuatan dan kekerasandari logam dan terjadi peningkatan dalam pembuluhnya. Dengan demikian, proses dikenalkan sebagai sebuah langkah pertimbangan dalam pemrosesan logam atau mungkin sebuah ketidak inginan oleh produk dengan langkah pemrosesan yang lain. Penggunaan paling penting dalam industri adalah softening logam secara keras dengan cold work, yang menghilangkan pembuluhnya, dan mengontrol struktur dari grain pada hasil akhir.
c. Grain growth
Grain Growth mengacu pada peningkatan ukuran dari grain (Crystallities) dalam material pada suhu yang tinggi. Ini terjadi ketika recovery dan rekristalisasi lengkap dan reduksi lebih jauhdalam energi internal hanya dapat dicapai dengan mengurangi total area dari batas grain. Keadaan ini biasanya digunakan dalam metalurgi tapi juga digunakan dalam hubungannya dengan keramik dan mineral.
Tahapan-tahapan perubahan material dapat kita lihat dari diagaram fasanya seperti yang terlihat pada Gambar di berikut ini. [9]
Gambar 1.42 Diagram Tahap Annealing [41]
Gambar 1.43 Proses Annealing 59 [29]
Untuk lebih jelasnya, berbagai jenis annealing akan dibahas di bawah ini :
a. Full Annealing
Tujuan dari annealing adalah untuk memperkecil butir, membuat baja lebih ulet, dan untuk meningkatkan kemmpuan baja untuk dimesin. Prosesnya dapat dilihat pada gambar 2.37 di bawah. Baja terdiri dari butiran kasar yang mengandung 0.2% carbon (hipoeutektoid) dan akan diubah ukurannya menjadi butiran yang halus melalui proses annealing. Aplikasi full annealing pada dunia industry di peruntukkan salah satunya untuk pembuatan plat baja , plat baja yang akan digunakan untuk membuat bagian bagian body mobil harus memiliki keuletan yang tinggi sehingga dapat dilakukan proses permesinan.
Ketika baja dipanaskan, tidak akan ada perubahan yang terjadi hingga A1 (lower critical) dilewati. Pada suhu ini perlit akan bertranformasi menjadi butiran austenit oleh reaksi eutektoid tetapi pada suhu ini butiran ferrit yang kasar belum berubah, dan pendinginan pada garis suhu ini tidak akan memperkecil butiran. Dilanjutkan dengan pemanasan dengan suhu berada di antara A1 dan A3 yang mengakibatkan butiran ferrit bertranformasi menjadi austenit. [42]
Gambar 1.44 Siklus Annealing Sempurna [43]
Kemudian menaikkan suhu untuk hipoeutektoid kira-kira 50o F di atas garis A3. Perubahan ukuran butir hipereutektoid akan terjadi 50o F di atas garis A3. Pemanasan di atas suhu ini akan memperkasar ukuran butir austenitic yang kalau didinginkan akan berubah menjadi daerah perlit yang luas. Mikrostruktur hipereutektoid akan tetap karena butiran lamellar perlite dikelilingi oleh jaringan preutektoid sementit. Karena jaringan sementit mudah rusak dan cenderung menjadi bahan yang lemah, annealing tidak akan pernah berakhir menjadi heat treatment untuk hipereutektoid. Daerah hipoeutectoid dan hipereutectoid dapat dilihat pada gambar 1.41 di bawah ini.
Gambar 1.45 Temperatur Annealing dan Spheroidizing [46]
b. Partial Annealing
Pada proses partial annealing, baja dipanaskan diantara suhu A1 dan A3. Yang diikuti dengan proses pendinginan lambat. Pada umumnya yang dipakai untuk perlakuan ini adalah baja hipereutektoid, yang strukturnya terdiri dari perlit dan sementit halus. Hipoeutektoid juga dipakai untuk proses ini untuk meningkatkan kemampuan di mesin. Tetapi tidak semua jenis baja hipotektoid dapat digunakan untuk proses ini, baja yang mempunyai struktur perlit dan ferrit yang kasar tidak dapat digunakan untuk proses ini. Aplikasi Partial Annealing salahg satunya biasa digunakan juga pada industri plat baja untuk spare part body otomotive [48]
Gambar 1.46 Stability zone, partial annealing zone and total annealing zon [44]
c. Stress-relief Annealing
Stress reliefing adalah proses heat treatment yang digunakan untuk menghilangkan tegangan internal tanpa mengurangi kekuatan suatu material secara signifikan. Proses ini digunakan pada situasi dimana pengawasan dimensional secara ketat diperlukan dalam proses pengelasan, penempaan, pengecoran, dan lain-lain. Pemanasan dilakukan pada suhu dibawah garis kritis minimum (1000-1200o F).
(Sumber: William D. Callister. Materials Science And Engineering. halaman 225) [82]
Stress-relief Annealing dalam prosesnya biasa digunakan dalam dunia industry , salah satu contoh aplikasinya yaitu untuk menghilangkan tegangan sisa pada komponen setelah mengalami pengelasan , dengan cara menghilangkan tegangan sisa nya.
Gambar 1.47 Stress-relief Annealing [45]
d. Spherodizing
Spheoridzing adalah proses heat treatment yang menghasilkan sebuah struktur yang terdiri dari bola-bola kecil atau spheroid carbide di dalam matriks ferrit. Bahan yang digunakan untuk spherodizing adalah baja karbon tinggi, seperti bantalan peluru. Proses dari spherodizing adalah bila bahannya adalah perlit maka dipanaskan selama 16-24 jam pada suhu eutektoid sedangkan bila bahannya martensit dipanaskan selama 1-2 jam pada suhu yang sama. Tujuan dari spherodizing adalah untuk meningkatkan ketangguhan baja yang rapuh. Pada baja tentunya diperlukan adanya kadar karbida yang tinggi agar daya tahanan arus meningkat. Dengan struktur mikro perlit ketangguhan akan rendah sekali. Dimana aplikasinya digunakan pada alat – alat potong, alat – alat pahat, roda gigi atau kontruksi mesin yang sering mengalami kontak antara bahan satu dengan bahan lainnya .[9]
Gambar 1.48 Struktur mikro Spheroidizid[46]
Gambar 1.49 Diagram Spheroidizing, Full Annealing dan Normalizing[47]
e. Rekristalisasi
Rekristalisasi dilakukan pada logam yang mengalami pengerjaan dingin. Tujuannya adalah untuk meniadakan pengerasan regangan. Pemanasan sekitar 0,3 Tm sampai 0,6 Tm agar waktu pemanasan wajar ditinjau dari segi produksi. Rekristalisasi berlangsung cepat dalam logam murni dibandingkan dengan paduan. Makin besar deformasi (regangan) makin cepat proses rekristalisasi. Dalam hal ini lembaran baja dan kawat baja jangan diekristalisir pada suhu di atas eutectoid kecuali bila ada usaha khusus untuk pendinginan perlahan-lahan. Bila tidak maka akan terbentuk martensit yang rapuh. [49]
Gambar 1.50 Rekristalisasi [49]
f. Anil
Dilakukan pada material gelas untuk menghilangkan tegangan tegangan sisa dan menghindarkan terjadinya retakan panas (benda mula dan benda akhir tidak berubah kekerasannya). Prosedur pelaksanaannya berubah dengan komposisi gelas karena suhu pemanasan harus mendekati suhu transisi gelas agar memungkinkan penurunan tegangan tanpa melampaui titik regangan dimana viskositas = 10 13,5 Pa. Dibawah suhu titik regangan dimana ada peningkatan viskositas sebanyak 30 kali, pendinginan dapat berlangsung dengan epat karena tidak mungkin terjadi tegangan sisa yang baru. Pada proses ini tidak ada perubahan struktur mikro. Aplikasinya untuk softening baja yang terkandung pada mesin-mesin industri. [9]
Gambar 1.51 Proses anil [50]
B. Normalizing
Normalizing dilakukan dengan pemanasan baja di atas suhu kritis bagian atas (A3 atau Acm) yang diikuti dengan pendinginan pada suhu kamar. Tujuan dari normalizing adalah untuk meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja jika dibandingkan dengan full annealing, untuk beberapa pemakaian normalizing bisa saja menjadi akhir dari heat treatment. Oleh karena itu untuk baja hipereutektoid harus dilakukan pemanasan di atas suhu A3 untuk memutuskan jaringan sementit.
Gambar 1.52 Normalizing untuk hipoeutectoid
dan hipereutectoid steel [46]
Normalizing juga digunakan untuk meningkatkan kemampuan baja untuk di mesin, memperhalus butiran, dan meningkatkan homogenitas struktur baja. Gambar 4.38 di bawah ini menunjukkan mikrostruktur baja 0,5 % karbon dari proses normalisasi.
Gambar 1.53 Normalized 0.5 % carbon-steel. Proeutectoid ferrite surrounding pearlite area. [13]
Pada kondisi annealing baja tersebut mempunyai 62 % perlit dan 38 % proeutektoid ferrit. Pada pendinginan udara baja tersebut akan mempunyai 10 % proeutektoid ferrit, dimana jaringan yang berwarna putih mengelilingi daerah perlit yang gelap. Untuk baja hipereutektoid, normalizing akan mengurangi jaringan proeutektoid sementit. [13]
C. Tempering
Tempering adalah pemanasan kembali antara 100-400 derajat Celcius, yang bertujuan untuk menurunkan kekerasan, pendinginan dilakukan di udara. Dalam proses tempering atom-atom akan berganti menjadi suatu campuran fasa-fasa ferrit dan sementit yang stabil. Melalui tempering kekuatan tarik akan menurun sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat. Untuk proses quenching setelah hardening dilakukan mendadak, sedangkan setelah tempering pendinginan dilakukan dengan udara. Proses pendinginan ini jelas akan berakibat berubahnya struktur logam yang diquench.
Tempering dibagi dalam beberapa bagian, yaitu:
a. Tempering suhu rendah (150-300 C)
Tujuannya untuk mengurangi tegangan kerut dan kerapuhan baja. Digunakan pada alat kerja yang tak mengalami beban berat seperti alat potong dan mata bor kaca.
b. Tempering suhu menengah (300-500 C)
Tujuannya menambah keuletan dan sedikit mengurangi kekerasan. Digunakan pada alat kerja yanga mengalami beban berat seperti palu, pahat dan pegas.
c. Tempering suhu tinggi (500-650 C)
Tujuannya untuk memberikan daya keuletan yang besar dan kekerasannya menjadi lebih rendah. Digunakan pada roda gigi, poros, batang penggerak. [9]
Tiga dasar pengerasan untuk perkembangan martensit, tempered martensite, dan bainite adalah conventional hardening and tempering, martempering dan austempering.
Gambar 1.54 Tempering [13]
1. Conventional Hardening dan Tempering
Conventional dan Tempering saling berhubungan, perbedaannya adalah bahwa pada Tempering medium quenching lebih terkontrol. Jika sebuah logam dipanaskan pada suhu austenit kemudian didinginkan pada air dingin, perbedaan suhu di pusat dan permukaan akan menyebabkan retakan pada logam dan ada kemungkinan akan terjadi distorsi. [9]
2. Martempering
Martempering adalah salah satu solusi untuk untuk mencegah terjadinya distorsi dan retakan. Martempering mirip dengan conventional hardening, kecuali bahwa dalam quenching suhu logam dikurangi hingga 400o F, atau sedikit di atas garis martensit, Ms. Pada saat suhu ini ditahan hingga suhu pada pusat/inti sama dengan suhu pada permukaan, kemudian logam didinginkan pada suhu kamar. Logam dibiarkan dalam medium quenching hingga suhu pad logam sama, kemudian didinginkan pada suhu yang sedang, biasanya di udara. Pendinginan yang merata dapat mencegah terjadinya tegangan sisa. [9]
Gambar 1.55 Martempering [46]
3. Austempering
Proses austempering mengubah austenit menjadi stuktur yang lebih keras yang disebut dengan bainit. Pada austempering, logam didinginkan dalam media garam pada suhu 450-800o F. Pada saat suhu ini dimaksudkan untuk memperoleh struktur logam yang ulet dan keras. Ketika suhu yang konstan dipertahankan untuk beberapa waktu tertentu selama transformasi austenit akan dihasilkan struktur bainit. Tetapi proses ini hanya dapat dilakukan pada logam yang mempunyai kekerasan yang baik seperti, mata pisau dan kawat. Baja yang mengandung karbon 0,6 % sangat mudah untuk diaustemper.[9]
Gambar 1.56 Austempering (bainite tempering) [53]
Gambar 1.57 Proses pada tempering [42]
Untuk lebih singkatnya, dapat dilihat pada Tabel 1.3 Proses tarnsformasi untuk baja berikut. [54]
Proses Tujuan Prosedur Fasa
Anil Pelunakan Pendinginan lambat dari
daerah γ stabil α + karbida
Celup Pengerasan Celup yang lebih cepat daripada CRm Martensit
Celup Terputus Pengerasan tanpa retak Celup disusul dengan pendinginan lambat dari Ms ke Mf Martensit
Austemper Pengerasan tanpa
pembentukan martensit rapuh Celup disusul dengan transformasi isotermal diatas Ms α + karbida
Temper Peningkatan ketangguhan
(biasanya dengan
pelunakan minimal) Pemanasan ulang dari martensit α + karbida
1.2.3 Jenis – Jenis Tungku Pembakaran
1. Car bottom furnace
Gambar 1.58 Car bottom furnace [60]
Tungku jenis ini memiliki dasar yang bergerak (car). Car dapat keluar dari tungku dan dapat dimuat atau dibongkar dengan melalui perbaikan. Metode pemanasan ini dengan memanfaatkan resistensi listrik atau bahan bakar / gas. Car Bottom Furnace cocok untuk sebagian besar operasi berbagai perlakuan panas.
2. Bell Type Furnace
Gambar 1.59 Bell Type Furnace [60]
Tungku jenis ini memiliki lonceng pemanas vertikal yang bergerak dan stasioner. Metode pemanasan dengan resistensi listrik atau bahan bakar / gas.
Tungku jenis Bell ini cocok untuk anil strip yang digulung dan perawatan panas lainnya termasuk operasi di atmosfer terkendali
3. Vertical Pit Furnace
Gambar 1.60 Vertical Pit Furnace [60]
Tungku jenis ini digunakan untuk perbaikan panas poros seperti bagian (generator rotor, rotor turbin uap) yang dimuat secara vertikal melalui bagian atas tungku.Metode pemanasan ini dengan resistensi listrik atau bahan bakar / gas.
4. Belt Furnace
Gambar 1.61 Belt Furnace [60]
Tungku jenis ini memiliki mesh conveyor belt yang bergerak melalui tabung panjang seperti tungku. Metode pemanasanya dengan listrik (resistansi atau induksi) atau bahan bakar / gas. Tungku Belt cocok untuk perlakuan panas bagian-bagian yang elative kecil.
5. Roller Furnace
Gambar 1.62 Roller Furnace [60]
Tungku jenis ini telah rol baja tahan panas memindahkan bagian melalui tabung panjang seperti tungku. Metode pemanasan mungkin baik listrik atau bahan bakar / gas. Tungku Roller cocok untuk perlakuan panas lembaran, tabung dan bagian panjang lainnya.
6. Pusher Furnace
Gambar 1.63 Pusher Furnace [60]
Tungku jenis ini memiliki pendorong yang terletak di ujung tungku dan memindahkan bagian-bagian melalui tungku. Metode pemanasan ini dengan listrik atau bahan bakar / gas. Tungku Pendorong umumnya digunakan untuk pemanasan suatubagian sebelum deformasi panas.
7. Continuous strip annealing furnace
Gambar 1.64 Continuous strip annealing furnace [60]
Strip Coled berguling di daerah uncoiled melewati tabung panjang seperti tungku yang dilingkarkan dengan atmospere terkendali (umumnya campuran dari Hidrogen dan Nitrogen) mencegah oksidasi dari permukaan baja
Metode pemanasan ini dengan listrik atau bahan bakar / gas.[9]
1.2.4 Aplikasi Heat Treatment
Dalam proses pembuatan velg mobil yang menggunakan bahan utama paduan aluminium silikon (aluminium silicon alloy) AI-7Si atau A356.0, produk hasil cetakan (as-cast) tidak dapat dipakai langsung karena sifat mekaniknya masih rendah. Untuk meningkatkan sifat mekanik sesuai kebutuhan dilakukan proses heat treatment T6 yang meliputi : solution heat treatment,quenching dan aging. Dari ketiga rangkaian proses heat treatment tersebut saling berhubungan untuk menentukan hasil akhir terhadap sifat mekanik yang akan dihasilkan. Solution treatment berfungsi untuk melarutkan elemen-elemen penguat kedalam matrik a-aluminium sehingga akan terjadi penguatan. Temperatur solution (Ts) yang dipakai adalah 540°C, 550 °C, 560°C dan holding time (ts) 4, 5 dan 6 jam.Artificial Aging merupakan proses pengerasan presipitasi dengan cara memanaskan kembali material diatas temperatur kamar yang masih berada dibawah garis solvus dan dibiarkan pada temperatur tersebut sehingga membentuk presipitasi yang halus dan mempunyai formasi yang koheren dengan matrik larutan a-aluminium. Temperatur aging (TaJ yang dipakai adalah 150°C, 160 °C, 170°C dan holding time (taJ 2.5, 3.5, dan 4.5jam. [55]
Gambar 1.65 Aplikasi heat treatment [1]
1.3 METODOLOGI
1.3.1 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam praktikum heat treatment ini adalah :
a. Besi cor non perlakuan
b. Besi cor perlakuan panas dengan pendinginan udara
c. Besi cor perlakuan panas dengan pendinginan air
d. Besi cor perlakuan panas dengan pendinginan oli
e. Baja ST-40 non-perlakuan
f. Baja ST-60 non-perlakuan
g. Baja ST-40 perlakuan panas dengan pendinginan udara
h. Baja ST-60 perlakuan panas dengan pendinginan udara
i. Baja ST-40 perlakuan panas dengan pendinginan air
j. Baja ST-60 perlakuan panas dengan pendinginan air
k. Baja ST-40 perlakuan panas dengan pendinginan oli
l. Baja ST-60 perlakuan panas dengan pendinginan oli
Gambar 1.66 Bahan uji [56]
1.3.2 Peralatan percobaan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum heat treatment adalah :
a. Sebuah perangkat Furnace Chamber HOFFMANN TYPE KL
Gambar 1.67 Furnace Chamber HOFFMANN TYPE KL [56]
Gambar 1.68 Panel control Furnace Chamber HOFMANN TYPE KL [56]
Spesifikasi alat Chamber Hofman;
1. Tipe KL
2. Tahun pembuatan 1991
3. Temperatur Alat 20˚ – 900˚
4. Waktu mulai penundaan 0 – 9999 menit
5. Ramp End, Skip , 4 – 700˚C/h
6. Dwell 0-9999 menit
7. Pendinginan skip 4 -700˚C
8. End 0-9999 menit ditahan
Keterangan :
1. Display
adalah layar yang yang digunakan untuk menampilkan keterangan suhu, kecepatan pemanasan, waktu penahanan, maupun kecepatan pendinginan.
2. Unit
Bagian yang menunjukkan satuan-satuan dari angka-angka yang ditampilkan pada bagian display.
3. Program Number
Program number merupakan untuk tiap program yang ada dalam mesin tersebut.
4. Heating Program
Diagram pemanasan dimana pada diagram tersebut terlihat adanya kenaikan suhu dan penahanan suhu.
A Mengontrol waktu tunggu yang telah disimpan samapi memulai proses pemanasan.
B, D, F Mesin pemanas memanasi dg kecepatan yang telah disimpan, dapat dipilih dari 4oC – 700oC.
C, E, G, I Suhu tidak merubah waktu tunggu.
H Mesin pemanas menurunkan suhu dengan kecepatan normal
5. Relais
Indikator untuk mengontrol sirkulasi udara luar mesin, nilai magnetik, dan penghubungnya
6. Program Button
Adalah tombol untuk memilih-milih program yamg dinginkan, yang selanjutnya akan ditampilkan pada layar program number (3).
7. Segment Button
Tombol yang digunakan untuk memindahkan tahapan-tahapan suhu yang dapat dilihat pada diagram pemanasan.
8. Up/down button
Tombol untuk menaikkan atau menurunkan suhu, kecepatan pemanasan seperti yang ditampilkan pada display (1).
9. Key Button
Adalah tombol untuk mengunci bila kita menginginkan program tersebut menjadi salah satu program dalam mesin.
10. Relais button
Untuk mengontrol sirkulasi udara luar mesin, nilai magnetik, dan penghubungnya.
11. Comsumption button
Untuk mengetahui energi pemakaian pada proses pemanasan sejak dimulai program dan ditampilkan pada display
12. Start stop button
Tombol untuk memulai jalannya program dan menghentikannya
b. Rockwell Hardness Tester HR 150A
Dial indicator
penetrator pengatur pembebanan
Anvil handle pelepas
handle pembeban
handwell
Gambar 2.57 Rockwell Hardness Tester Model HR-150A
(Laboratorium Metalurgi Fisik Jurusan Teknik Fakultar Teknik UNDIP
Gambar 1.69 Rockwell Hardness Tester Model HR-150A [56]
c. Mesin ampelas/ grinding
Gambar 1.70 Mesin ampelas/ grinding 57 [56]
d. Vernier caliper
Gambar 1.71 Vernier Calliper [56]
e. Media pendingin
• Air
• Udara
• Oli
1.3.3 Langkah Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam praktikum heat treatment.
2. Memasukkan spesimen ke dalam Furnace Chamber sampai temperatur 9000 C dan ditahan selama 10 menit.
T= 900 C/h, t=10 m
v= 300 C/h
T= 600 C, t= 15 m
v= 300 C/h
v= 300 C/h
T=300 C, t=15 m
v= 300C/h
T=24 C T= 24 C
Jika ingin memanaskan benda uji sampai suhu 30oC dengan kecepatan 300oC lh dan waktu 5 , tekan tombol program maka angka 1 muncul lalu tekan segmen pada pilihan suhu yang akan dicapai pertama .Masukan angka 600oC Tekan tombol segmen pada pilihan ke 4batas masukan angka 300oC/h. Tekan segmen pada pilihan lama penahan 5s . Tekan tombol segmen pada pilihan pencapaian suhu ke 5 masukan 900oC Tekan segmen pada pilihan kecepatan bakar.Masukkan angka 300oC/h segmen pada pilihan lama pembakaran masukkan angka 5 tekan tombol segmen pada suhu pendinginan masukan angka 50oC. Lalu tekan tombol kunci lalu tekan steel.
3. Mendinginkan spesimen dengan media pendingin
4. Melakukan pengampelasan sampai spesimen rata
5. Menguji kekerasan spesimen dengan Rockwell Hardness Tester model HR 150A .
6. Mengulangi uji kekerasannya sampai tiga kali
7. Mengulangi uji kekerasan untuk spesimen lain.
8. Membandingkan pada spesimen yang sama untuk media pendingin yang berbeda.
1.3.4 Digram alir percobaan
1.4 HASIL DAN PEMBAHASAN
1.4.1 Data hasil percobaan
Berikut adalah data nilai kekerasan yang diperoleh :
a. Material Non Perlakuan
No Baja ST 40 Baja ST 60 Besi Cor
1 53 54 54
2 54 54.5 53.5
3 55 56 53.5
Rata-rata 54 54.83 53.66
b. Material Perlakuan
Perlakuan panas dengan pendinginan udara
No HRA
Baja ST 40 Baja ST 60 Besi Cor
1 52 53 78
2 53.5 54 78
3 53.5 54.5 78.5
Rata-rata 53 53.83 78.16
Perlakuan panas dengan pendinginan air
No HRA
Baja ST 40 Baja ST 60 Besi Cor
1 65 74 52
2 63 73 52
3 75 73 53
Rata-rata 67.66 73.33 52.33
Perlakuan panas dengan pendinginan oli
No HRA
Baja ST 40 Baja ST 60 Besi Cor
1 62.5 51 74
2 63 61 74
3 62 61 75
Rata-rata 62.5 57.66 74.33
1.4.2 Analisa Data
Setelah dilakukan percobaan pada baja ST 40, baja ST 60 dan besi cor dengan non perlakuan dan perlakuan dengan berbagai media seperti media air,oli dan juga udara dan di dapat nilai kekerasannya tiap-tiap material tersebut maka dapat dibuat suatu analisa :
1. Dari penjelasan teori di atas media pendinginan quenching sangat mempengaruhi kekerasan suatu material, bahwa hasil pendinginan menggunakan media air akan lebih keras dari pada media quenching lainnya. Berdasarkan urutan kekerasannya dapat diurutkan perlakuan panas pendinginan air > pendinginan oli > Non perlakuan > perlakuan udara.
2. Dari hasil percobaan didapatkan hasil bahwa pendinginan dengan air menghasilkan tingkat kekerasan material yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendinginan dengan udara. Hal ini disebabkan karena proses pendinginan dengan media pendinginan air terjadi sangat cepat karena dilakukan secara mendadak sehingga terbentuk struktur martensit yang lebih keras, karena martensit itu sendiri merupakan butiran yang berbentuk jarum dan mempunyai sifat yang sangat keras dan tidak stabil. Struktur kristal dari martensit bukan BCC (Body Centered Cubic) melainkan BCT (Body Centered Tetragonal).
Gambar 1.72 Struktur Kristal BCT ( Body Centered Tetragonal ) [49]
Struktur ikatan martensit tersebut dikarenakan kehadiran dari karbon yang terjebak ditengah-tengah struktur usteni. Karena pendinginan yang cepat, maka atom-atom logam tidak mengalami transformasi secara difusi. Dengan pendinginan yang sangat cepat maka tidak ustenit waktu bagi ustenite untuk berubah maupun menjadi ferrit. Sedangkan pada pendinginan udara yang merupakan jenis proses quenching, prosesnya berlangsung sangat lambat sehingga ustenite berubah menjadi perlit maupun ferrit yang lunak.
3. Baja ST-40 merupakan baja karbon rendah dengan kadar C + 0,3 %. Pada diagram fasa Fe – C dibawah, letak ST 40 pada garis warna merah. Sehingga perubahan fase selama proses heat treatment dapat dilihat pada diagram tersebut. Baja ST- 60 merupakan baja karbon sedang dengan kandungan C antara 0,3 – 0,65 % pada diagram fasa dibawah letaknya antara garis merah dan biru sehingga perubahan fase pada waktu heat treatment dapat dilihat pada diagram fase Fe – C dibawah.
Gambar1.73 Letak Baja ST-40 dan ST-60 dalam Diagram fasa Fe – C[49]
Gambar 1.73 Representasi struktur mikro baja ST-40 dan ST-60 dalam proses heat treatment [49]
Tabel 2.7. Perbandingan berbagai sifat baja ST-40 dan ST-60 setelah proses Heat Treatment
Perlakuan Panas Baja ST-40 Baja ST-60 Besi Cor
Non Perlakuan
Sifatnya lebih keras dibandingkan dengan baja ST-40 dengan pendinginan udara tapi lebih ulet dibandingkan ST-40 pendinginan air dan oli Kekerasan lebih besar dibandingkan dengan baja ST 60 pendinginan udara tapi lebih ulet dibandingkan ST-40 pendinginan air dan oli Kekerasannya lebih besar dibandingkan dengan besi cor pendingianan air tetapi lebih ulet bila dibandingkan dengan besi cor pendinginan oli dan medium udara
Pendinginan Udara Paling rendah kekerasannya bila dibandingkan dengan baja ST 40 non perlakuan, pendinginan air dan pendinginan oli . Paling rendah kekerasannya bila dibandingkan dengan baja ST 60 non perlakuan , pendinginan air dan pendinginan oli. Paling tinggi kekerasannya bila dibandingkan dengan besi cor non perlakuan, pendinginan air, dan pendinginan oli
Pendinginan air Paling keras bila dibandingkan dengan baja ST 40 non perlakuan, pendinginan udara dan oli Paling keras bila dibandingkan dengan baja ST 60 non perlakuan, pendinginan udara dan oli. Kekerasannya paling rendah bila di bandingkan dengan besi cor non perlakuan ,pendinginan udara dan oli
Pendinginan Oli Kekerasannya lebih besar di bandingkan dengan S T 40 Pendingianan udara dan non perlakuan tapi lebih ulet dibandingkan pendinginan air Kekerasannya lebih besar di bandingkan dengan ST 60 Pendingianan udara dan non perlakuan tapi lebih ulet dibandingkan pendinginan air Kekerasanya lebih besar bila dibandingkan dengan besi cor pendinginan air dan non perlakuan tapi lebih ulet dibandingkan pendinginan udar
4. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi :
a. Nilai rata-rata kekerasan besi cor non perlakuan 53.66 skala HRA dan nilai kekerasan baja ST 60 non perlakuan 54.83 skala HRA,artinya nilai kekerasan baja cor non perlakuan lebih kecil daripada nilai kekerasan baja ST-60 non perlakuan.
b. Nilai rata-rata kekerasan besi cor pendinginan air 52.23 skala HRA dan nilai kekerasan baja cor pendinginan oli 74.33 skala HRA,artinya nilai kekerasan baja cor pendinginan oli lebih besar dari pada air
5. Penyimpangan-penyimpangan ini dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut :.
a. Kekurang telitian praktikan dalam melihat nilai kekerasan yang terlihat pada Rockwell tester.
b. Kekurang telitian praktikan dalam melihat waktu pada saat dilakukan gaya penekanan pada material. Kurang ratanya atau kurang halusnya permukaan material pada saat mengamplas sehingga terjadi perbedaan distribusi gaya yang diterima pada permukaan material.
c. Jarak identitor penetrasi dengan berikutnya terlalu dekat, sehingga nilai kekerasannya kurang tepat. Oleh karena itu jarak antara diameter indentor yang satu dengan yang lain harus minimal 3 (tiga) kali diameter indentor
d. Kurang ratanya atau kurang halusnya permukaan material pada saat mengamplas sehingga terjadi perbedaan distribusi gaya yang diterima pada permukaan materia
1.5 KESIMPULAN DAN SARAN
1.5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan analisa data, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :
a. Heat treatment adalah proses pendinginan dan pemanasan yang terkontrol terhadap logam, yang disesuaikan dengan tujuan pemakaiannya.
b. Tujuan dari heat treament antara lain :
1. Untuk mempersiapkan material untuk pengolahan berikutnya.
2. Mempermudah proses machining.
3. Untuk mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan energi.
4. Memperbaiki sifat keuletan material dan kekuatan material, dimana dalam hal ini merupakan fungsi dari kandungan karbon yang terkandung dalam material.
5. Meningkatkan kekerasan dan tegangan tarik.
c. Pendinginan yang cepat akan meningkatkan kekerasan sedangkan pendinginan lambat kekerasannya kurang optimal.
d. Proses-proses dalam Heat treatment pada suatu material antara lain :
1. Untuk memperbaiki sifat kekerasan material ( hardening ) :
1) Surface Hardening(pengerasan permukaan)
1. Dengan penambahan zat
a. Karburasi
b. Nitriding
c. Karbonitriding
d. Sianiding
e. Chromizing
f. Siliconizing
g. Boronizing
2. Tanpa Penambahan Zat
a. Flame Hardening
b. Induction Hardening
c. Laser and Electron Beam Hardening
2) Quenching
Untuk memperbaiki sifat keuletan material ( softening ) :
a. Anneling
b. Normalizing
c. Tempering
e. Dari data hasil percobaan didapat nilai kekerasan :
1. Baja ST 40 non perlakuan > perlakuan air > perlakuan oli > perlakuan udara
2. Baja ST 60 non perlakuan > perlakuan air > perlakuan oli > pelakuan udara
3. Besi cor perlakuan air > perlakuan oli > non perlakuan > perlakuan udara
1.5.2 Saran
1. Waktu dan temperatur setiap material supaya diperhatikan selama proses Heat Treatment.
2. Pada saat proses pendinginan setelah heat treatment, supaya diperhatikan temperatur setiap perlakuan pada material tersebut.
3. Sebelum digunakan, alat harus dikalibrasi terlebih dahulu agar hasil sesuai dengan standar.
4. Perhatikan juga proses pengukuran dan kehalusan permukaan benda saat proses pengamplasan.
5. Praktikan seharusnya sungguh–sungguh dalam pelaksanaan praktikum, teliti dalam pengamatan dan cermat dalam pengukuran maupun perhitungan
6. Praktikan harus jeli dan teliti serta harus mengingat spesimen yang sedang diamati sehingga tidak terjadi kekeliruan atau tertukarnya spesime
DAFTAR PUSTAKA
1. Modul A Heat Treatment Laboratorium Metalurgi Teknik Material
2. B.H. Amstead. Teknologi Mekanik.1992
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Perlakuan_panas
4. Arifin Syamsul. Ilmu Logam Jilid 1. Halaman
5. Amani Hari dan Daryanto. Ilmu Bahan . Halaman
6. B.H. Amstead, Philip F Ostwald dan Myron L. Brgman, Teknologi Mekanik jilid I, 1981
7. Prof. Y. Lakhtin.Engineering Physical Metallurgy.1977)
8. William J Callister, jr, Materials Science and Engineering edisi V
9. Rajan T.V., C.P. Sharma dan Ashok Sharma Heat Treatment Principles And Techniques.
10. William D. Callister. Materials Science And Engineering
11. Adhy Prayitno, Ismet Inonu .Pengaruh Perbedaan Waktu Penahanan Suhu Stabil Terhadap Kekerasan.1999
12. Ashok Sharma, Heat Treatment Principles and Techniques
13. Sidney H Avner, Introduction To Physical Metallurgy)
14. http://www.asosiasi-politeknik.or.id/…/2-7-2002-4.gif
15. www. Cfthermal.com
16. http://heatreaters-engineers.com/images/Liquid Nitriding Plant.html
17. D. Landau, Fatigue of Metals, The Nitrollopy corp.,1942
18. http://sandblastingabrasives.com/boron-carbides60.html
19. http://www.vaporkote.com
20. http://sgdmaterial.com/pelapisan-baja-tipe-st-37-dengan-nano-powder-pack-boron-karbida.html & http://rakacahya.blogspot.com/2009_06_01_archive.html
21. H Avner, Introduction To Physical Metallurgy
22. http://www.sdsc.edu/tmf/Vis98Notes/SffForSciVis.html
23. http://heatreaters-engineers.com/images/chomizing.html
24. Richard A Little, Metalworking Tecnology
25. http://www.sdsc.edu/tmf/Vis98Notes/SffForSciVis.html
26. http://www.info.lu.laser beam hardening.edu
27. http://www.info.lu.farmingdale.edu
28. Callister Jr. William D. 1994. Material Science and Engineering edisi V
29. Van Vlack, Lawrence H. 1994. Ilmu dan Teknologi Bahan
30. http://www.sdsc.edu/tmf/Vis98Notes/SffForSciVis.html
31. http://www.industrialheating.com/Articles/Column
32. http://www.rpdrc.com
33. Referensi : Smallman,R.E, Bishop,R.J. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material.1995.hal:300
34. http://www.rpdrc.com
35. http://www.fecrco.com/magnetic-property-of-high
36. http://www.sargeantandwilbur.com/water.htm
37. http://www.witchblades.com/making/jelly8.html
38. http://www.nitrofreeze.com/eta_carbide.html
39. http://www.google.co.id/imglanding?q=Polimer+Quench
40. Richard A Little, Metalworking Technology
41. Ashok Sharma, Heat Treatment Principles and Techniques
42. http://www.info.lu.farmingdale.edu
43. William D. Callister. Materials Science And Engineering.
44. Teknologi Mekanika
45. http://www.kueps.kyoto-u.ac.jp.htm
46. http://www.durferrit.de
47. http://info.lu.farmingdale.edu/depts/met/met205
48. T Layman editor Amercan society for metal.metal handbook 1948
49. Sumber: William D. Callister. Materials Science And Engineering edisi VII
50. http://www.scielo.br
51. http://www.mdru.ubc.ca
52. http://info.lu.farmingdale.edu/depts/met/met205/
53. Sidney A Havner,Introduction To Physical Metallurgy
54. Richard A Little, Metalworking Technology
55. solution treatment, holding time, quenching, dan Aging
56. http://asroni-asbak.blogspot.com/2010/02/perlakuan-panas_5597.html
57. Laboratorium Metalurgi Fisik Jurusan Teknik Fakultar Teknik UNDIP
58. Sumber: http:www.google.com/Quenching+air+garam)
Komentar
Posting Komentar